Ibarat besi, ditempa selagi panas. Jangan lagi tunggu waktu hingga menjadi dingin lagi
Jakarta (ANTARA) - "Alhamdulillah, terima kasih banyak yah, sudah diundang masuk WAG Alumni Nakasone Programme," ujar Wening Esthyprobo, Sabtu (23/11) pagi.

Diplomat ulung ini baru tahun lalu meninggalkan pos tugasnya sebagai Duta Besar RI Hongaria berkedudukan di Kota Budapest.

WAG yang dimaksud Wening adalah WhatsApp Group Alumni Nakasone Programme. Adapun Nakasone Programme, adalah Program Persahabatan Indonesia-Jepang Abad 21 yang dahulu pada 1984 dirintis oleh Perdana Menteri (PM) "Negeri Matahari Terbit" itu, Yasuhiro Nakasone.

Saat Nakasone menjabat PM Jepang, hingga sekarang program itu masih berlangsung dengan berbagai penyempurnaan. Setiap tahun, Nakasone mengundang ratusan pemuda dari kawasan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk melihat persiapan Jepang menyongsong Abad 21.

Wening adalah salah seorang alumnus program itu. Dia tercatat sebagai Angkatan III Tahun 1986, mewakili Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri/Kemenlu).

Pada Angkatan I/1984 terdapat nama mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Tjahjo Kumolo, yang kelak menjadi menteri dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Periode pertama, ia menjabat Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Periode kedua, yang baru dilantik, ia menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara/Reformasi Birokrasi (PAN RB).

Baca juga: PPIJ optimistis kunjungan mantan PM Jepang dongkrak ekonomi Indonesia

Setahun berikutnya, Angkatan II/1985, tercatat nama mahasiswa dari Universitas Gajah Mada (UGM) Airlangga Hartarto, yang juga kelak menjadi menterinya Jokowi. Periode pertama selaku Menteri Perindustrian. Periode kedua, yang baru dilantik, menjabat Menteri Koordinator Perekonomian.

Airlangga juga memimpin partai politik besar, Golongan Karya. Saya satu kelompok dengan Airlangga. Kelompok Youth Leader (Pemimpin Muda). Saya mewakili wartawan yang saat itu bekerja di Harian Angkatan Bersenjata (AB).

                                                      Pemulihan hubungan
Dalam reportase saya waktu itu, saya menulis bahwa melalui Program Nakasone, Jepang sebenarnya berkeinginan memulihkan hubungan dengan bangsa-bangsa di kawasan ASEAN. Di masa Perang Dunia II bangsa di kawasan ASEAN yang paling merasakan kesengsaraan pendudukan tentara bala tentara Dai Nippon.

Nakasone adalah PM Jepang pertama yang merintis hubungan baik dengan bangsa-bangsa di kawasan ASEAN. Tidak hanya itu, Nakasone juga mengunjungi Rusia dan China untuk memperbaiki hubungan. Sebagai negara industri raksasa, semua negara di dunia ini adalah "captive market" bagi Jepang, pasar besar yang bakal menopang industrinya.

ASEAN tentu mendapat perhatian lebih khusus. Bangsa-bangsa di kawasan ASEAN masih menyimpan luka. Nakasone tak mau kejadian terulang pada masa PM Tanaka yang menghadapi resistensi di mana-mana.

Kita catat di Indonesia, khususnya di Jakarta pernah meledak demonstrasi besar anti-Jepang menyambut kunjungan PM Tanaka di Jakarta pada 15 Januari 1974. Demonstrasi yang dikenal dengan sebutan Peristiwa Malapetaka Limabelas Januari (Malari) dipimpin tokoh mahasiswa Hariman Siregar itu, sungguh menjadi catatan perih bagi Jepang.

Sejalan dengan itu, Jepang di bawah PM Nakasone juga ingin memamerkan kemajuan industri mereka di berbagai sektor kehidupan. Tahun 1985 mereka menyelenggarakan pameran besar industri, yaitu Tsukuba Expo. Angkatan kami beruntung. Berangkat ke Jepang tahun 1985, sehingga bisa mengunjungi pameran akbar di Tsukuba itu.

                                                              Fasilitas mewah
Para peserta Program Nakasone diundang berkunjung ke Jepang selama sebulan. Dipilih melalui seleksi ketat oleh tim yang dibentuk Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (nama kementeriannya waktu itu).

Gratis. Mulai dari transportasi, akomodasi, dan konsumsi selama mengikuti program. Fasilitasnya termasuk mewah, maklum tamu negara. Selama sebulan peserta mendapatkan kuliah sesuai bidang masing-masing dengan para dosen dari perguruan tinggi ternama, seperti Universitas Waseda.

Baca juga: Mahfud MD-Dubes Jepang bahas kerja sama penanggulangan terorisme

Program itu menyediakan juga kesempatan peserta mengenal kebudayaan Jepang dengan "home stay", menginap di rumah-rumah warga Jepang selama tiga-empat hari. Menginapnya secara umum di daerah-daerah. Tapi, biarpun daerah, tetap saja sudah memenuhi standar kemajuannya.

Hingga sekarang, jumlah alumnus sudah melebihi 4.000 orang. Pada tahun-tahun awal, dibentuk organisasi alumnus, namanya Kappija 21 (Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia-Jepang Abad 21). Abu Hanifah dan Darul Sisca, Angkatan I/1984 yang tercatat sebagai inisiatornya. Darul Sisca saat ini anggota parlemen.

Belakangan, Kappija 21 seperti kedodoran. Manajemen organisasinya kurang mengantisipasi kebutuhan alumnus yang semakin lama semakin melonjak jumlahnya. Alhasil, jangankan komunikasi, sesama alumnus saja, bisa tidak saling mengenal.

Saya baru tahu Dubes Wening, alumnus Nakasone tanpa sengaja. Dua tahun lalu saya dijamu makan malam oleh Wening di Budapest. Saat berbincang, tanpa sengaja kita sama-sama terkenang-kenang Program Nakasone.

Pertengahan tahun ini, saya diundang masuk WAG Alumni Nakasone Programme. Ini yang membuat saya tahu ada beberapa teman masih aktif berkomunikasi.

Ternyata, Kappija itu masih ada. Namun, tidak berkembang baik sebagaimana lazimnya organisasi yang diurus serius. Aneh juga. Saya masih tetap beranggapan alumnus Nakasone ini potensi bangsa. Maklum, direkrut amat ketat. Kategori agen pembangunan dan pembaruan. Justru potensi itulah menurut saya yang menjadi nilai jual yang dilirik PM Nakasone.

Baca juga: Menko Airlangga sambut upaya Jepang tingkatkan investasi di Indonesia

Bayangkan, kini para pemuda terpelajar, calon pemimpin, yang di dalam 25 tahun akan menjadi pemimpin bangsanya. Dan, kini itu terbukti. Terbukti pula sejak itu tidak ada riak yang berarti mewarnai hubungan kebudayaan dan perdangangan Indonesia-Jepang.

Cukup beruntung ada alumnus yang bernama Mulyono Lodji. Dia menjadi ketua Kappija sejak 15 tahun lalu. Sendirian. Tanpa perangkat organisasi, jelas gerak dia amat terbatas. Hanya menangani hal-hal rutin, program sporadis, tanpa dukungan tenaga dan pikiran alumnus lain.

Memenuhi aspirasi beberapa teman, saya pernah mengundang Mulyono ke kantor. Berbincang dan berdiskusi dengan sejumlah alumnus. Kesimpulannya disepakati untuk menata kembali organisasi Kappija.

Diawali mencari kontak alumnus yang berserakan di seluruh wilayah Tanah Air. Ini bukan pekerjaan mudah. Jumlahnya 4.000 orang. Basis datanya hanya berada di kantor Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA), agen Pemerintah Jepang yang sejak dahulu mengatur kunjungan peserta Program Nakasone ke Jepang sejak tahun pertama.

Langkah kedua, menyelenggarakan pertemuan besar, Musyawarah Nasional (Munas) Kappija. Afdal Marda, Angkatan 1996 dari Kelompok Bisnis terpilih menjadi ketua munas. Dibantu secara keroyokan oleh beberapa alumnus lain, seperti Harry Kaligis, Birma, Santany, Joko Wismoko, Finni, Andre, Testiana, Santany, Imma Hakimah, Luly Agiel, Jean Aslinda, Mut Hasibuan, dan Seni Inez.

Munas Kappija direncanakan berlangsung Sabtu, 14 Desember 2019, di Jakarta. Waktunya memang mepet. Itu sebabnya panitia siang malam histeria bekerja untuk mewujudkan terlaksananya munas itu.

"Mumpung lagi semangat, Bang. Ibarat besi, ditempa selagi panas. Jangan lagi tunggu waktu hingga menjadi dingin lagi," kata Burma, alumnus asal Sumatera Utara.

Demi munas itu, ia perpanjang masa tinggalnya di Jakarta.

Seperti disebut di awal, secara individu semua alumnus Nakasone ini adalah potensi bangsa. Mereka terpilih ikut program melalui seleksi ketat berdasar kompetensi masing-masing. Rentang kekeliruan disebut paling sekira dua persen.

Yang oleh pihak Pemerintah RI juga diharapkan setelah mengikuti program ini bisa mengabdikan diri memberdayakan seluruh masyarakat Indonesia. Alumnus memang berasal dari seluruh pelosok Indonesia. Sungguh potensi yang amat dahsyat untuk berkontribusi pada pembangunan bangsa dan negara.

Munas menjadi titik masuk untuk mengumpulkan alumnus yang berserakan itu. Setelah itu, mereka akan menyusun program kerja untuk membantu pemberdayaan masyarakat sesuai kompetensi masing- masing.

Menurut data, alumnus Program Nakasone terdiri atas ahli pertanian, teknologi informasi, pemerintahan, komunikasi, dan diplomat ulung.

Ajang munas alumni itu juga membuat terkenang-kenang Nakasone sambil membayangkan Indonesia ke masa depan.

*) Ilham Bintang adalah wartawan senior dan alumni Program Nakasone II/1985

Baca juga: Erick Thohir bahas peningkatan kerja sama dengan Jepang
Baca juga: Presiden bahas peningkatan kerja sama dengan Jepang
Baca juga: Menperin sebut sejumlah industri Jepang siap investasi di Indonesia

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019