Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dan sektor keuangan domestik Diminta agar selalu berhati-hati dalam kebijakan mereka dalam rangka mengantisipasi dampak krisis finansial AS dan menciptakan keyakinan pasar. Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Prijambodo di Jakarta, Senin mengatakan meski diperkirakan tidak berdampak signifikan, krisis AS tetap akan memberikan pengaruh pada perekonomian di dalam negeri. Selain itu, kehati-hatian juga diperlukan mengingat sektor perbankan internasional, termasuk Indonesia, saat ini tengah menerapkan kebijakan moneter yang ketat (tight monetary policy-red) untuk mengantisipasi laju inflasi yang semakin cepat di masing-masing negara. "Tetapi intinya, selain masalah inflasi yang kalau pun turun tetapi tetap tinggi, ada gejolak eksternal lain yang saat ini masih dalam tahap resolusi yaitu krisis keuangan di AS, semua itu menuntut kebijakan otoritas moneter dan sektor keuangan kita tetap berhati-hati," kata Bambang. Menurut Bambang, langkah kehati-hatian sebaiknya diarahkan untuk mencermati perkembangan dari pengamanan kepercayaan sektor keuangan di tingkat global. Sedangkan respons dari langkah kehatihatian tersebut, katanya, akan terlihat dalam pengambilan keputusan suku bunga dan pengucuran pembiayaan. Bambang menuturkan, sebelum kejatuhan Lehman Brothers yang disusul meruginya American Insurance Group (AIG) di AS, tekanan ekonomi sektor keuangan berupa lonjakan harga komoditas sudah relatif stabil. Namun kejatuhan Lehman Brothers dan AIG, memunculkan kembali kekhawatiran krisis pada kalangan investor seperti perusahaan- perusahaan multinasional. Kekhawatiran tersebut, kata dia, mendorong sebagian besar investor/perusahaan multinasional mulai menarik dana-dana jangka pendeknya di berbagai tempat, termasuk di Indonesia sejak awal September. "Ini sebenarnya yang mengakibatkan tekanan bagi rupiah," katanya. Kebijakan moneter ketat yang tengah dijalankan berbagai negara saat ini, tambahnya, menyebabkan terjadinya keterbatasan likuiditas di berbagai negara, termasuk Indonesia. Posisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan sendiri, kata dia, masih berada dalam kondisi yang relatif aman karena masih ditopang oleh pertumbuhan Asia yang masih cukup kuat dengan India dan Cina sebagai motor. "Selama Cina dan India tidak terpukul, maka ekonomi Asia secara keseluruhan masih relatif aman. Kita sebagai negara yang memiliki sumber daya alam cukup baik --pola pertumbuhan Asia adalah mengolah sumber daya alam-- maka hubungan yang berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi kita sebagai bagian dari negara-negara di Asia akan cukup kuat," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008