Jakarta (ANTARA) - Organisasi masyarakat Jurnal Celebes mempresentasikan hasil kegiatan “Strengthening Indonesia’s Independent Forestry Monitoring Network to Ensure a Credible Timber Legality Verification System (SVLK) and Effective VPA Implementation” yang telah berlangsung selama satu tahun, dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan praktik produksi dan dagang kayu secara legal.

 

Menurut pernyataan dari Organisasi Pangan dan Agrikultur (Food and Agriculture Organization/FAO) yang diterima di Jakarta, Rabu, presentasi tersebut digelar di Makassar. Program penguatan jaringan pemantauan kehutanan independen untuk sistem verifikasi kayu yang kredibel tersebut dilaksanakan dengan dukungan dari Program Tata Kelola dan Perdagangan Penegakan Hukum Hutan FAO Uni Eropa (FLEGT).

 

Terhitung dari bulan Oktober 2018 hingga Desember 2019, Jurnal Celebes memantau kegiatan pengelolaan, distribusi, dan perdagangan kayu di provinsi Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Provinsi-provinsi tersebut dianggap sebagai area penting untuk produksi kayu.

 

“Pemantauan juga dilakukan di provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Timur yang menjadi pusat pengolahan kayu utama di Indonesia,” demikian dikatakan dalam pernyataan tersebut.

 

Jurnal Celebes, mewakili Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) di Wilayah Sulawesi Selatan, mempresentasikan temuan dan rekomendasi proyek kepada perwakilan masyarakat sipil, otoritas nasional dan perwakilan organisasi internasional serta Uni Eropa.

 

Dalam laporannya, mereka mengidentifikasi kekhawatiran terkait praktik panen dan ekstraksi hutan, seperti penebangan di luar area konsesi, yang dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat.

Baca juga: Asosiasi hutan optimistis investasi kehutanan meningkat

Ada pula kekhawatiran tentang penggunaan tempat perlindungan kayu yang terdaftar untuk mengelola kayu dari luar area konsesi, serta tidak adanya penilaian dampak lingkungan.

 

Lebih jauh ke bawah rantai pasokan, Pemantau Independen mengidentifikasi pelanggaran oleh perusahaan, termasuk dengan sengaja salah melaporkan spesies kayu pada dokumen transportasi, 'meminjamkan' sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ke bisnis yang tidak bersertifikat, dan pemalsuan dokumen seperti dokumen transportasi, tempat tinggal dan dokumen ekspor.

 

"Perlu peninjauan atas peraturan yang berlaku untuk memungkinkan penuntutan yang lebih teliti atas kegiatan kehutanan yang ilegal, serta meningkatkan pengawasan bersama antara masyarakat sipil dan petugas penegak hukum di lapangan guna membatasi dampak lingkungan dan konflik dengan masyarakat lokal", kata Perwakilan FAO Indonesia, Stephen Rudgard.

 

Sejumlah rekomendasi yang dibuat dalam laporan yang dipresentasikan itu termasuk untuk meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan dengan memberlakukan hukuman yang lebih ketat.

 

Pelaku kejahatan kayu ilegal telah dituntut di Surabaya dan Makassar, namun hukuman yang diberlakukan dianggap relatif ringan.

 

“Perlu kolaborasi yang lebih dekat antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan organisasi masyarakat sipil untuk mencegah praktik penipuan dalam perizinan,” kata Mustam Arif yang merupakan Direktur Eksekutif Jurnal Celebes.

Baca juga: Indonesia akan jadi negara pertama peraih lisensi kayu Uni-Eropa
Baca juga: Kayu berlisensi "FLEGT" dikapalkan ke Belgia, Inggris
Baca juga: Indonesia promosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu di Prancis


Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2019