Bahwa data perdagangan China merupakan faktor, tentu saja
New York (ANTARA) - Harga minyak turun pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah data menunjukkan ekspor China turun selama empat bulan berturut-turut, mengirim kegelisahan melalui pasar yang sudah khawatir tentang kerusakan permintaan global oleh perang dagang antara Washington dan Beijing.

Harga Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari turun 14 sen atau 0,25 persen menjadi ditutup pada 64,25 dolar per barel, setelah meningkat sekitar tiga persen minggu lalu di tengah berita bahwa OPEC dan sekutunya akan memperdalam penurunan produksi.

Harga Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari ditutup melemah 18 sen atau 0,24 persen menjadi menetap pada 59,02 dolar AS per barel, setelah naik sekitar tujuh persen minggu lalu pada prospek produksi lebih rendah dari OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan produsen terkait termasuk Rusia.

Pendinginan yang tiba-tiba pada perdagangan Senin (9/12/2019) terjadi setelah data pabean yang dirilis pada Minggu (8/12/2019) menunjukkan ekspor dari China pada November turun 1,1 persen dari setahun sebelumnya, mengacaukan harapan untuk kenaikan 1,0 persen dalam jajak pendapat Reuters.

"Bahwa data perdagangan China merupakan faktor, tentu saja," kata John Kilduff, seorang mitra di Again Capital.

Washington dan Beijing telah berusaha untuk menyepakati perjanjian perdagangan yang akan mengakhiri saling berbalas tarif, tetapi pembicaraan telah berlangsung selama berbulan-bulan.

"Kami akan menghadapi sedikit jurang, dengan kemungkinan tarif baru akan dikenakan pada Minggu (15/12/2019), jadi ini akan menjadi minggu yang intens," kata Kilduff. Tarif tambahan bisa membebani prospek permintaan minyak mentah, tambahnya.

Beijing berharap kesepakatan dengan Amerika Serikat dapat dicapai sesegera mungkin, kata Asisten Menteri Perdagangan China Ren Hongbin, Senin (9/12/2019). Penurunan itu juga bertentangan dengan tanda-tanda pada Jumat (6/12/2019) bahwa China melonggarkan sikapnya dalam menyelesaikan sengketa perdagangan dengan Amerika Serikat, mengonfirmasikan bahwa ia menghapuskan tarif impor untuk beberapa pengiriman kedelai dan babi.

Penurunan harga juga mengakhiri laju yang kuat di sesi sebelumnya yang dipicu oleh harapan untuk kesepakatan pembatasan produksi OPEC+.

Pada Jumat (6/12/2019), OPEC+ setuju untuk memperdalam pemotongan produksi mereka dari 1,2 juta barel per hari (bph) menjadi 1,7 juta bph, mewakili sekitar 1,7 persen dari produksi global.

"Keputusan ini mengkristal perubahan penting dalam strategi untuk mengelola ketidakseimbangan fisik jangka pendek daripada mencoba untuk memperbaiki ketidakseimbangan jangka panjang yang dirasakan melalui komitmen terbuka," kata Goldman Sachs dalam sebuah catatan.

Goldman Sachs merevisi perkiraan harga spot Brent menjadi 63 per barel untuk 2020, naik dari perkiraan sebelumnya 60 dolar AS.

Sementara itu, BofA Merrill Lynch mengatakan dalam sebuah catatan bahwa kepatuhan yang kuat dengan OPEC+ bersama dengan perkembangan ekonomi positif seperti kesepakatan perdagangan AS-China dapat mendorong Brent menjadi 70 dolar AS per barel sebelum kuartal kedua 2020.

Baca juga: Dolar turun tipis, investor tunggu kabar baru perang dagang AS-China

Baca juga: Bursa saham Spanyol melemah, Indeks IBEX-35 ditutup turun 0,30 persen

Baca juga: IHSG ditutup menguat, ditopang aksi "window dressing"


 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019