Jakarta (ANTARA News) - Keinginan pemerintah mengajukan revisi Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2009, dinilai sebagai langkah tepat ditengah melemahnya ekonomi dunia akibat pengaruh krisis keuangan AS. "Asumsi RAPBN 2009 memang perlu diubah dan disesuaikan dengan kecenderungan global. Perekonomian dunia akan mengalami perlambatan pertumbuhan," kata Ketua Komite Tetap Fiskal dan Kadin Indonesia Bambang Soesatyo di Jakarta, Jumat. Menurut Bambang, laju pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat akibat merosotnya permintaan atau investasi baru. Selain itu, laju inflasi 2009 masih tinggi akibat dampak krisis finansial global. Karena itu, RAPBN harus beradaptasi dengan kecenderungan global itu. Pendapat senada juga diungkapkan pengamat ekonomi A Tony Prasetyantono. Menurutnya, krisis finansial global akan menekan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 6 persen. Selain itu, nilai tukar rupiah juga akan terdepresiasi terhadap dolar hingga di atas 9.700 per dolar AS, dan inflasi pun akan meningkat. "Tahun depan (2009), kita menjalani hidup baru dan bisnis terus berjalan. Nilai tukar rupiah bisa kembali ke level 9.100 bila ada arus modal masuk yang besar. Namun, rupiah akan tetap berada di atas 9.500 karena masih ada gap inflasi 7% antara AS dengan Indonesia sehingga rupiah harus terdepresiasi," ungkapnya. Kendati demikian, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk ini menjelaskan suku bunga acuan BI Rate tidak perlu dinaikkan lagi. BI bisa melakukan penurunan 0,5% pada Oktober, hingga akhir tahun mencapai 9,5%. "Tahun 2009, BI Rate bisa mulai diturunkan secara perlahan dan pertumbuhan kredit harus ditekan karena sudah terlampau besar," tandasnya. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008