Surabaya, (ANTARA News) - Pemakzulan presiden bukan lagi politis, kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI Prof DR Moch Mahfud MD SH SU di Surabaya, Sabtu. "Presiden memang bisa diberhentikan DPR, tapi DPR harus menunggu keputusan MK tentang bersalah-tidaknya presiden secara hukum," kata Mahfud. Ia mengemukakan hal itu saat berdialog dengan anggota Asosiasi Dosen Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) se-Jatim di kampus Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya. Menurut Guru Besar HTN Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, MK tidak hanya berfungsi sebagai koreksi UU terhadap UUD, tapi juga berfungsi peradilan. "Fungsi peradilan MK itu bukan hanya untuk UU, tapi juga peradilan atas dakwaan terhadap presiden yang hendak diputuskan DPR," katanya. Mantan Menteri Pertahanan di era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu mengatakan DPR harus mengajukan dakwaan hukum kepada MK sebelum ada keputusan politis. "Kalau MK memutuskan presiden bersalah, maka DPR dapat memutuskan untuk memberhentikan atau tidak, tapi kalau MK memutuskan presiden tidak bersalah, maka DPR tidak boleh bertindak lebih jauh," katanya. Dalam putusan tentang pemakzulan itu, katanya, MK akan meneliti kesalahan presiden sesuai lima syarat pemakzulan presiden yang diatur dalam UUD. "Jadi, pemakzulan presiden sekarang tidak mudah dan (tidak) hanya dilakukan dengan alasan politis, namun harus ada pelanggaran lima persyaratan hukum yang diatur dalam UUD," katanya. Dalam kesempatan itu, mantan Wakil Ketua Umum DPP PKB yang mundur itu mengatakan hingga kini ada 150 UU yang dikaji MK karena bermasalah. "Dari 150 UU yang dikaji MK itu tidak ada yang ditolak, kecuali lima UU yang ribut karena sensitif yakni terorisme, KKR, anggaran pendidikan 20 persen, dan sebagainya. Jadi, bukan ditolak tapi diributkan karena sensitif," katanya. Dari lima UU yang diributkan itu, katanya, hanya anggaran pendidikan 20 persen yang sempat dibatalkan tiga kali karena kepentingan menjaga keseimbangan APBN agar negara tidak kacau. "Tapi, putusan uji materi anggaran pendidikan 20 persen yang ke empat sudah dipastikan terlaksana pada 2009, karena MK mengancam akan membatalkan UU APBN bila anggaran pendidikan 20 persen dibatalkan lagi," katanya. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008