Riyadh (ANTARA News) - Arab Saudi telah mendakwa 991 tersangka militan al Qaida karena melakukan 30 serangan sejak 2003, media Saudi melaporkan Selasa. Satu pernyataan dari Menteri dalam Negeri Pangeran Nayef bin Abdul-Aziz mengatakan tuduhan telah dibuat terhadap para tersangka itu, yang sudah diserahkan pada pengadilan untuk diperiksa. "Arab Saudi telah menghadapi, dalam beberapa tahun belakangan ini, serangan teroris yang diorganisasikan yang melanda masyarakat, pandangan hidup dan ekonomi mereka...dan itu secara langsung berkaitan dengan organisasi yang disebut al Qaida," kata pernyataan tersebut. Tuduhan itu ditujukan untuk mengakhiri babak penentangan kasar pada pemerintah yang dipimpin oleh keluarga Saudi yang berkuasa bersekutu dengan ulama. Tertuduh mencakup beberapa ulama yang secara terbuka mendukung militan, termasuk Nasser al-Fahd, Ali al-Khodeir dan Faris al-Shuweli, kata sumber tersebut. Fahd dan Khodeir telah tampil di televisi negara Saudi setelah penangkapan mereka pada 2003 untuk minta diakhirinya pertumpahan darah. Kelompok yang disebut al Qaida di semenanjung Arab memulai serangan untuk membuat tidak stabil pemerintah sekutu AS itu pada 2003 tapi kekerasan telah menyebabkan dihentikannya oleh pasukan keamanan kerjasaama dengan pakar asing. Pernyataan Kamis menyebut jumlah 30 serangan itu, dari serangan bom bunuh diri di kompleks perumahan di Riyadh pada 2003 hingga upaya untuk menyerang pabrik pemrosesan minyak terbesar di dunia di Abqaiq pada 2006, operasi penting militan terakhir. Pernyataan itu mengatakan lebih dari 160 serangan yang direncanakan telah digagalkan dan kematian mencakup 74 anggota pasukan keamanan dan 90 orang Saudi biasa dan warga asing. Pernyataan itu tidak mengatakan berapa banyak militan yang tewas dalam serangan tersebut. Pernyataan itu mengatakan gas sianida termasuk di antara senjata yang disita dalam tindakan keras tersebut. Seorang jurubicara kementerian dalam negeri mengatakan pada televisi al Arabiya bahwa sebagian besar dari pria yang didakwa itu adalah warga Saudi. Hakim di pengadilan umum di Riyadh mulai meninjau kasus itu Senin, tapi tidak jelas kapan pengadilan akan dimulai. Human Rights Watch yang bermarkas di New York mengatakan pengadilan itu mungkin tidak akan memenuhi standar internasional. "Tuduhan tepatnya terhadap terdakwa masih tidak jelas karena kerajaan itu tidak memiliki undang-undang hukum pidana tertulis dan keputusan yang ada tidak merupakan keputusan pengadilan yang mengikat," kata pernyataan itu. "Human Rights Watch sedang meminta izin dari pemerintah Arab Saudi untuk menghadiri pengadian itu." Menlu Saud al-Faisal mengatakan pada wartawan Selasa bahwa HRW boleh saja mendekati komisi hak asasi manusia pemerintah untuk bisa menghadiri pengadilan itu. HRW mengatakan antara 2.000 dan 3.000 orang masih ditahan tanpa tuduhan, setelah 1.500 tahanan dibebaskan tanpa pengadilan melalui program "pendidikan-kembali". Pemerintah telah menangkap ratusan orang pada tahun lalu karena dicurigai berupaya untuk menghidupkan kembali kelompok militan. Pangeran Nayef mengatakan pengadilan itu akan berlangsung menurut sistim pengadilan yang ada, setelah dua tahun spekulasi bahwa pemerintah Saudi akan mendirikan pengadilan khusus untuk tujuan tersebut. "Sistim itu memungkinkan bagi pengadilan di hadapan hakim tanpa membentuk mekanisme atau prosedur baru serta pengalihan ke pengadilan dari 991 tersangka ke pengadilan yang berlangsung setelah tuduhan dibuat," kata pernyataan itu. Pengadilan Saudi telah mencatat pembaruan oleh Raja Abdullah, sebagian karena keanggotaan Organisasi Perdagangan Dunia minta perubahan dalam status pengadilan komersialnya. Pengadilan Syariah Islam diawasi oleh ulama-hakim versi Islam Sunni yang keras di Arab Saudi. Hakim sering menolak hak terdakwa atas representasi hukum, demikian Reuters.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008