Jakarta (ANTARA News) - Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan pilih kasih dengan memprioritaskan para pemilik modal besar dan melupakan nasib para petani sawit yang harga produknya anjlok menjadi sekitar Rp250/kg. Ketua Umum Dekopin Adi Sasono di Jakarta, Kamis, mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan hal yang sama seperti ketika membela pengusaha besar yang harga sahamnya turun di pasar modal menyusul terjadinya krisis ekonomi di Amerika Serikat. Pemerintah untuk mengatasi masalah harga sawit ini hanya memberlakukan kebijakan dengan menurunkan pungutan ekspor CPO menjadi nol persen. Keputusan itu pun baru diambil pada Selasa (28/10) lalu dan akan berlaku pada 1 November mendatang. Adi mengakui penurunan sawit itu bisa mendorong ekspor namun kebijakan itu sebenarnya untuk menolong pengusaha dan bukan rakyat kecil. "Pajak ekspor sudah diturunkan tapi tidak terjadi pembelian sawit oleh pengusaha," katanya. Langkah pemerintah yang terkesan membiarkan harga sawit jatuh, menurut Adi, semakin memperlihatkan ketidakpedulian pemerintah terhadap nasib orang kecil yang jumlahnya sebetulnya lebih besar dari pengusaha besar. Ketika harga saham di bursa anjlok, lanjutnya, pemerintah menyiapkan triliunan rupiah dan mengerahkan BUMN membeli kembali saham-sahamnya serta menjamin simpanan orang-orang kaya. Namun ketika harga sawit anjlok dan dampaknya langsung dirasakan oleh jutaan petani sawit pemerintah hanya berdiam diri. Dekopin, katanya, berharap pemerintah juga melakukan hal yang sama untuk yang kecil yang jumlahnya mencapai jutaan. "Pemain di pasar modal hanya sekitar 300 ribu orang dan pasti orang-orang kaya. Kalau mereka dibela, kita mengharapkan orang-orang kecil, jutaan petani yang terpuruk juga dibela," katanya. Pemerintah dalam hal ini bisa menunjukkan sikap kepeduliannya terhadap masalah yang langsung dirasakan para petani ini dengan menetapkan harga dasar untuk tandan buah segar (TBS). Penetapan harga ini tidak harus permanen, tapi cukup sementara. Pemerintah bisa menetapkan harga dasar TBS sekitar Rp550 hingga Rp600/kg. Harga TBS sendiri saat ini sekitar 250/kg. TBS itu kemudian dibeli pemerintah untuk diolah menjadi biofuel. Selanjutnya, pemerintah bisa menugaskan PLN untuk membeli biofuel tersebut menggantikan solar yang harganya dua kali lebih mahal. Dengan langkah tersebut, kata Adi, pemerintah betul-betul terbukti menolong rakyat seperti janjinya dan juga di sisi lain mengurangi beban subsidi PLN karena mereka menggunakan biofuel yang lebih hemat dua kali ketimbang solar. "Jangan sampai untuk menolong yang kaya, pemerintah begitu sigap, tapi selama beberapa minggu ini nasib orang kecil tidak ada penyelesaiannya," katanya. Mengenai cara lain untuk mengatasi anjloknya harga sawit dengan menerapkan sistem resi gudang, Adi mengatakan, perlu dicari pemecahan yang sifatnya cepat. "Pola ini bisa tapi kita butuh yang cepat. Apalagi sistem resi gudang yang ada sekarang juga belum berjalan baik," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008