Kedua pilar tersebut berbentuk dan berperan berbeda tapi sama-sama menempati posisi maha vital dalam suksesi kedigjayaan bulu tangkis Indonesia.
Yang pertama adalah sosok individu bernama Lilyana Natsir yang sudah mengukir segudang prestasi sebagai pemain, dan yang kedua adalah sosok institusi bernama PB Djarum yang menjadi tempat persemaian bibit-bibit bulutangkis hebat.
Kedua pilar bulu tangkis Indonesia itu pamit dengan alasan berbeda. Sang ratu bulu tangkis merasa sudah waktunya gantung raket, sedangkan “sekolah bulu tangkis” PB Djarum memilih pamit untuk menghindari polemik berbingkai pedagogik dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Baca juga: Bulat putuskan pensiun, hal-hal ini bakal bikin Butet kangen bulu tangkis
Liliyana Natsir adalah bintang bulutangkis putri terbaik sepanjang sejarah untuk nomor ganda campuran. Segudang prestasi sudah dia ukir bersama dua partner berbeda, termasuk menjadi juara dunia empat kali serta meraih sekeping medali emas Olimpiade.
Adapun, PB Djarum merupakan perkumpulan bulu tangkis yang banyak melahirkan pemain nasional. Sederet atlet PB Djarum telah mengukir prestasi di ajang internasional, seperti Liem Swie King, Hariyanto Arbi, Maria Kristin, Mohammad Ahsan, Tontowi Ahmad, hingga Kevin Sanjaya yang merupakan bintang bulu tangkis terbaik dunia saat ini untuk nomor ganda putra.
Bahkan, ketika Indonesia merebut Piala Thomas pada 1984 di Kuala Lumpur, Malaysia, dari delapan pemain, tujuh di antaranya berasal dari PB Djarum yaitu Liem Swie King, Hastomo Arbi, Hadiyanto, Kartono, Heryanto, Christian Hadinata, dan Hadibowo. Hanya Icuk Sugiarto yang bukan berasal dari klub yang bermarkas di Kota Kudus itu.
Baca juga: Menpora sampaikan perpisahan dan terima kasih kepada Butet
Selanjutnya: Pamit ketika masih jaya
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2019