Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Front Persatuan Nasional (FPN) KH Agus Miftach mengatakan, ormas yang dipimpinnya dalam 1-2 ke depan akan menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pimpinan DPR agar mencabut UU Anti Pornografi (AP) yang disahkan DPR pekan lalu. Ketika menjawab pers di Jakarta, Selasa, Agus menegaskan desakan pencabutan UU AP, karena UU AP dapat mengancam persatuan bangsa Indonesia dan akan menimbulkan disintegrasi bangsa. Menurut Pemimpin Ormas Wahdatul Ummah itu, penyampaian surat terbuka FPN agar DPR dan Presiden SBY agar mendengarkan aspirasi kalangan masyarakat yang akan mengancam disintegrasi bangsa. Sebelumnya, kelompok masyarakat tertentu di Papua, NTT dan Bali mengancam akan melakukan pembangkangan umum jika UU AP diberlakukan di daerahnya. Agus menjelaskan,keberadaan UU AP tidak sesuai sebagai produk hukum, sebab masalah pornografi menjadi domain privat yang tidak harus diatur negara. "Mengingat ada beberapa kebudayaan di wilayah Indonesia yang bisa dikategorikan pornografi, seperti tarian asal Bali, Papua, NTT dan Jawa," katanya. Tokoh dari kalangan NU itu mengatakan, tanpa adanya aturan khusus UU AP, aturan tentang pornografi sudah terdapat dalam sejumlah UU dan di KUHPidana. Agus menilai, pengesahan UU AP tersebut, akan banyak negatifnya dibanding unsur positifnya. Unsur negatif dari UU AP dapat menyebabkan perpecahan nasional dan disintegrasi bangsa. "UU AP tersebut saya anggap akan membatasi ruang gerak kebudayaan yang ada di Indonesia," ujarnya. Oleh arena itu, FPN/Wahdatul Ummah menginginkan UU AP tersebut dicabut. Sementara itu, pada acara Dialog Kebangsaan VIII di Jakarta, Senin (3/11) yang diadakan FPN, Agus mengatakan, prinsip "centre capital" sudah harus ditinggalkan, diganti dengan "gross capital" agar setiap orang memperoleh akses permodalan dan usaha yang memungkinkannya menjadi unit ekonomi produktif. "Jika jalan ini ditempuh, maka secara makro akan membentuk fundamentanl ekonomi yang tangguh yang tidak mudah rapuh seperti yang terjadi selama ini," demikian Agus Miftach.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008