Jakarta (ANTARA) - Badan Pekerja Pusat (BPP) Front Persatuan Nasional (FPN) mengirim Surat Terbuka mendesak kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Pimpinan DPR agar mencabut UU Pornografi yang telah disahkan DPR pada 30 Oktober 2008. Surat terbuka itu ditandatangi Ketua Umum BPP FPN KH Agus Miftach di Jakarta, Rabu tanggal 5 November 2008. Menurut dia, pengiriman surat terbuka didasarkan bahwa RUU Pornografi yang telah disahkan DPR pada 30 Oktober 2008, dinilai telah menimbulkan perpecahan, merusak persatuan nasional dan menyulut disintegrasi bangsa. Disamping itu, UU itu dinilai telah merusak pranata hukum yang sudah mapan yang mengatur tindakan hukum terhadap perbuatan susila termasuk pornografi yang dinilai sudah cukup memadai. Agus menyatakan, UU Pornografi telah menimbulkan kontroversi yang luas dalam masyarakat sejak pembahasannya yang mengesankan adanya dominasi mayoritas terhadap minoritas yang menyalahi prinsip-prinsip bernegara berdasarkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. "Kenyataan membuktikan bahwa keberadaan UU Pornografi tersebut lebih banyak merugikan kepentingan nasional daripada manfaatnya," katanya. Agus menilai, UU itu dapat merusak suasana kebangsaan, menodai keluhuran budaya nasional, dan melanggar hak-hak asasi manusia. Selain itu, katanya, dari segi rumusan, susunan dan substansinya UU Pornografi tidak memenuhi syarat intelektual dan tidak memenuhi syarat sebagai produk hukum, terutama karena sifatnya yang multitafsir yang dapat menimbulkan destruksi sosial yang merusak kemapaman budaya yang bersifat multikultur (Bhinneka Tunggal Ika) dan sendi-sendi peradaban bangsa yang menopang bangunan negara bangsa Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Karena itu, FPN mendesak Presiden dan DPR RI mencabut UU Pornografi, dan tidak membahasnya lagi dalam persidangan DPR, untuk selama-lamanya. "Menghormati keragaman budaya nasional, baik ekspresinya maupun nilai-nilainya serta menghormati keyakinan spiritual setiap warga negara sebagai hak azasi yang bersifat hakiki," demikian Agus Miftach.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008