Kuala Lumpur (ANTARA News) - Pembunuh bayaran yang ditembak mati polisi Malaysia, Rabu, ternyata memang sering membunuh orang-orang Jawa Timur dan pemesannya pun orang Jawa Timur, karena alasan utang-piutang dan perebutan wanita. "Namanya adalah Mat Shaari dan Andi, keduanya orang Madura yang memang sudah dikenal sebagai pembunuh bayaran. Mereka sangat meresahkan warga Jawa Timur di Malaysia karena yang banyak menjadi korban pembunuhan orang-orang Jawa Timur," kata Direktur Indonesian Sosiology Research, Khairudin Harahap, di Kuala Lumpur, Kamis. Ironisnya, yang banyak menjadi korban adalah orang Jawa Timur atau Madura. Yang berikan perintah (order) juga orang-orang Jawa Timur, katanya. "Dengan bayaran 5.000, 3.000, atau 7.000 ringgit mereka bersedia membunuh sesama warga Indonesia atau warga Jawa Timur dan Madura di Malaysia," kata Khairudin. "Biasanya, mereka memberikan tanda X merah di rumah calon korban. Ada banyak geng pembunuh bayaran dari Jawa Timur yang sering menimbulkan perang saudara dan merugikan kita semua di Malaysia," tambah dia. Geng-geng pembunuh bayaran ini juga yang membuka atau menjadi bandar perjudian di daerah bedeng (kongsi) pekerja Jawa Timur atau Madura Dulu, pembunuh bayaran membunuh dengan menggunakan clurit, tetapi belakangan ini mereka sudah menggunakan senjata api. Ia menceritakan hal itu terkait dengan berita-berita di media massa Malaysia tentang dua WNI yang ditembak mati polisi Malaysia. Media massa Malaysia, Kamis, memberitakan dua WNI diduga merupakan pembunuh bayaran telah ditembak mati di Kampung Tengah, Puchong, Rabu, sekitar jam 12.20. Ketua polisi Selangor, Khalid Abu Bakar menceritakan kronologisnya. Kedua WNI itu sedang mengendarai motor di pinggir sungai dan dicurigai usai membuang mayat korban. Polisi kemudian meminta mereka berhentin tetapi mereka melepaskan tembakan sebanyak tiga kali. Polisi Malaysia membalas tembakan dan mengenai keduanya sehingga tewas di tempat. Dari korban, polisi Malaysia menemukan sepucuk pistol otomatis Smith and Wesson 09mm, enam butir peluruh dan dua parang. (*)

Copyright © ANTARA 2008