Jakarta (ANTARA News) - Penerapan prosedur pengesahan Badan Hukum melalui Sistim Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen Administrasi Hukum Umum Depkumham, tidak ada unsur kerugian negara karena Sisminbakum dilaksanakan dengan melibatkan kerjasama dan investasi pihak swasta.
Demikian siaran pers Ditjen AHU yang diterima ANTARA melalui Biro Humas dan HLN Depkumham, di Jakarta, Jumat.
Penjelasan itu disampaikan terkait dengan kasus dugaan korupsi akses fee layanan Sisminbakum pada Ditjen AHU, Depkumham.
Sisminbakum diberlakukan didasarkan pada Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM tahun 2000. Dalam Keputusan itu disebutkan bahwa Sisminbakum adalah penerapan prosedur permohonan pengesahan Perseroan Terbatas dengan menggunakan komputer atau dengan fasilitas homepage/web site.
Anggota Sisminbakum adalah notaris, konsultan hukum dan pihak lain yang telah memiliki kode password tertentu dan telah memenuhi persyaratan administrasi yang ditetapkan.
Adapun alasan diterapkannya Sisminbakum adalah untuk mengatasi lambannya permohonan perijinan, banyaknya permohonan perijinan yang menumpuk karena dikerjakan secara manual.
Namun karena pada saat itu keuangan negara terbatas sehingga tidak dimungkinkan menyediakan dana melalui APBN untuk keperluan pembangunan Sisminbakum.
Kemudian ditunjuklah pengelola pelaksana Sisminbakum itu yaitu KPPDK. Atas alasan itulah KPPDK bekerjasama dengan PT Sarana Rekatama Dinamika (PT SRD). PT SRD yang membangun Sisminbakum (modal).
Selanjutnya diadakan perjanjian kerjasama antara Ditjen AHU dengan KPPDK tentang pembagian akses fee Sisminbakum.
Dalam perjanjian antara KPPDK dengan PT SRD disebutkan bahwa KPPDK menerima setiap akses fee sebesar 10 persen sedangkan PT SRD memperoleh 90 persen untuk jangka waktu tujuh tahun dua bulan.
Sedangkan berdasarkan perjanjian antara Ditjen AHU dengan KPPDK disebutkan bahwa Ditjen AHU memperoleh 60 persen dan KPPDK memperoleh 40 persen. Penetapan hasil tersebut diperoleh dari biaya akses fee yang diterima oleh KPPDK dari perjanjian antara KPPDK dengan PT SRD.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008
Mau tanya nih sama pihak Ditjen AHU, dasar apa yang dijadikan acuan bahwa pemesanan nama dikenakan biaya (apakah masuk paten, merk atau merupakan hak cipta), akses bayar sendiri oleh masing masing pengakses koq bisa disebut biaya akses ya