Jakarta (ANTARA) - Membuat resolusi awal tahun sepertinya sudah menjadi hal yang perlu dilakukan tiap tahun berganti. Namun, resolusi yang ditulis seringkali hanya menjadi tulisan belaka tanpa benar-benar dilakukan. Apa sebabnya?

Dikutip dari Indian Express, kata "resolusi" sendiri merupakan penyebab utama mengapa kita memilih untuk menjauh perlahan dari daftar capaian yang ingin kita raih.

Baca juga: Resolusi Syahrini untuk tahun 2020

Psikologi di balik kata resolusi adalah kata yang kuat dan banyak menuntut, seakan berkata, "Aku harus melakukannya segera!".

Itu adalah tuntutan yang kita tempatkan pada diri kita sendiri, dan membuat pola pikir bahwa kali ini, di tahun ini, tidak boleh ada ruang untuk kegagalan lagi.

Namun, kegagalan tidak bisa dihindari, yang akhirnya mengarah pada kekecewaan. Kita seharusnya tidak merasa terdorong untuk mencapai sesuatu, hanya karena semua orang melakukannya. Baiknya jangan berpikir tentang "apa yang harus dilakukan", tetapi "apa yang ingin kita ubah".

Dan biasanya, sebagian besar menulis resolusi dengan nada negatif seperti, "jangan makan junk-food" atau "jangan tidur lebih dari jam 9 pagi".

Hal ini bisa diakali dengan melakukan pendekatan kata yang lebih positif seperti, "Ayo makan makanan sehat dan biasakan bangun pagi". Perubahan kata ini diyakini bisa mempengaruhi pola pikir dan perubahan yang lebih positif dan lebih sedikit tekanan.

Selain itu, membuat resolusi bisa dimulai dengan berpikir "SMART": Specific (spesifik), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diraih), Realistic (realistis), dan Time-bound (terikat waktu).

Dengan memperhatikan kelima topik di atas, diharapkan bisa membuat resolusi yang alih-alih menjadi beban, malah menjadi hal yang menyenangkan untuk dilakoni sepanjang tahun.


Baca juga: Tahun baru, jangan terlalu keras pada diri sendiri

Baca juga: Resolusi kesehatan yang realistis di 2020, apa saja?

Baca juga: Resolusi kesehatan untuk 2020
 

Penerjemah: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020