Pekanbaru (ANTARA News) - Aktivis pencinta lingkungan Greenpeace melakukan penghadangan terhadap sejumlah kapal tanker pembawa minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang akan meninggalkan Indonesia melalui pelabuhan di Dumai, Provinsi Riau, Senin. Aksi penghadangan tersebut merupakan yang kedua kalinya terjadi di tempat yang sama, setelah Greenpeace juga melakukan hal serupa dengan menggunakan kapal Rainbow Warrior pada November 2007. Meski begitu, aksi kali ini tidak mengganggu keberangkatan kapal-kapal tersebut. Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 07:00 WIB, ketika sembilan orang anggota Greenpeace menggunakan tiga perahu karet untuk melakukan penghadangan kapal tanker yang ukurannya berpuluh kali lebih besar. Mereka kemudian melakukan aksi di dekat kapal tanker dengan cara mengecat tiga lambung kapal tanker, juga sebuah kapal tongkang pembawa kayu bulat. Dengan menggunakan cat warna kuning mereka menuliskan kata-kata "Forest Crime" (Kejahatan Hutan) pada lambung kapal sebagai protes atas terus berlangsungnya pengrusakan hutan Indonesia. Tidak ada pihak kepolisian pelabuhan yang menghalangi aksi tersebut, hanya sejumlah pekerja di tanker berusaha mengusir anggota Greenpeace dengan menyemprotkan air. "Greenpeace melakukan aksi untuk menyoroti buruknya dampak yang ditimbulkan oleh industri kelapa sawit dan industri penebangan terhadap ekosistem lahan gambut dan hutan Indonesia serta terhadap iklim global," kata Forest Campaigner Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar. Ia mengatakan, sebelumnya Greenpeace juga sempat melakukan kampanye satu bentuk aksi protes terhadap penghancuran lingkungan dengan membentangkan "banner" (spanduk) raksasa berukuran 40x20 meter di areal konsesi PT Arara Abadi yang berlokasi di hutan gambut Semanjung Kampar, tepatnya di Kabupaten Siak, Jumat lalu (7/11). Menurut dia, dalam pelayaran "Hutan untuk Iklim" menggunakan kapal MV Esperanza di Indonesia, Greenpeace telah mengumpulkan bukti-bukti baru konversi hutan besar-besaran di Propinsi Papua untuk perkebunan kelapa sawit di konsesi Sinar Mas dekat Jayapura. Selain itu, Greenpeace juga menemukan pembukaan hutan baru pada hutan gambut Semenanjung Kampar di Riau. Konversi hutan dan lahan gambut yang demikian pesat untuk perkebunan kelapa sawit dan bahan bubur kertas merupakan pendorong deforestasi terbesar di Indonesia. Karbon yang dilepaskan oleh kegiatan ini membuat Indonesia menjadi pengemisi gas rumahkaca ketiga terbesar di dunia. Sebagian besar ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia bertujuan ke China, Eropa dan India. "Sangat penting untuk melindungi hutan Indonesia dari perluasan perkebunan kelapa sawit dan industri kertas untuk memerangi dampak perubahan iklim, mengentikan hilangnya keanekaragaman hayati dan melindungi kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Ini berarti harus segera diberlakukan jeda tebang dan dimulainya pendanaan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi hutan," ujarnya. Kapal Esperanza, memulai bagian Indonesia dari pelayaran "Hutan untuk Iklim" pada 6 Oktober di Jayapura, untuk menyoroti kerusakan yang berlangsung terus menerus di hutan terakhir yang tersisa di Asia Tenggara. Greenpeace menyerukan pemberlakuan sesegera mungkin penghentian sementara (moratorium) terhadap semua bentuk konversi hutan, termasuk untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industri penebangan dan sebab-sebab deforestasi lain. (*)

Copyright © ANTARA 2008