Preah Vihear, Kamboja (ANTARA News) - Dua pekan setelah baku-tembak maut mereka di perbatasan, seorang personel infantri Kamboja mengakui tentara Thailand memiliki senjata yang lebih baik, tapi ia yakin "syal magiknya" yang ungu akan menangkis peluru. "Tentara Thailand memiliki senjata modern, tapi saya tidak takut," kata Chum Khla. "Saya memiliki kemampuan magik untuk melindungi diri saya." Selain syal yang ia ikatkan di kepalanya, prajurit berusia 28 tahun tersebut juga memakai sabuk jimat pelindung dan membawa dua arca kecil Buddha. "Saya menghadapi sejumlah baku-tembak pada masa lalu dengan bekas petempur Khmer Merah, tapi saya tak pernah menghadapi bahaya," katanya. Menurut dia, ia selamat berkat jimat-jimatnya. Chum Khla dan rekannya, yang kalah persenjataan dalam pertempuran di perbatasan negara mereka yang meletus pada Juli, meneruskan tradisi penggunaan benda-benda mistis Buddha dan merajah mantra di tubuh mereka guna melindungi diri mereka. Perbedaan mencolok antara pihak Kamboja dan Thailand yang berhadapan di wilayah sengketa di dekat kuil kuno Preah Vihear mengejutkan. Militer Thailand didukung oleh jet modern dan senjata berat, sementara banyak prajurit Kamboja hanya memakai seragam dasar dan tangan mereka menyandang senjata era Perang Dingin. Beberapa hari bentrokan 15 Oktober di tanah sengketa membuat tiga prajurit Kamboja dan satu personil militer Thailand tewas, banyak tentara Thailand memakai pakaian lapis baja. Sementara itu, para komandan Kamboja memberi prajurit mereka syal warna-warni dengan lambang mistis yang dikatakan telah "diisi" dengan kekuatan pelindung oleh seorang pemuka agama. Mantra, jimat dan kepercayaan sudah lumrah di kalangan tentara di seluruh dunia. Tetapi tentara Kamboja yang bertato, berpengalaman tempur selama beberapa dasawarsa perang saudara yang berakhir pada 1998, lebih mengandalkan lambang magic. Para pemimpin Kamboja dan Thailand sepakat untuk mencegah bentrokan lebih lanjut, tapi tentara di perbatasan tak memanfaatkan peluang apa pun, mereka terus memakai semua pernak-pernik yang bisa mereka dapatkan. "Saya percaya 100 persen bahwa semua benda magik ini dapat membantu menyelamatkan jiwa saya dalam pertempuran," kata prajurit Kamboja bernama Koy San saat tentara Thailand mendirikan kamp di lereng di atasnya. "Saya memiliki syal magic dan sabuk jimat di pinggang saya. Saya memakainya sepanjang waktu," kata prajurit berusia 35 tahun tersebut kepada AFP. Ketegangan antara Kamboja dan Thailand meletus pada Juli, ketika Preah Vihear mendapat status warisan budaya PBB, sehingga membuat marah kaum nasionalis di Thailand yang tetap mengklaim kepemilikan atas reruntuhan monumen tersebut. Satu putusan Pengadilan Dunia pada 1962 mengumumkan kuil itu milik Kamboja, tapi kebanyakan daerah di sekitarnya tetap menjadi sengketa. Rakyat Kamboja mengakui benda-benda magic bukan satu-satunya sumber perlindungan jiwa mereka, tapi kecepatan dan strategi militer juga membantu. "Kami mempunyai benda magic, tapi kami harus cepat dan tangan kami harus cekatan untuk memegang senjata dan melompat ke dalam parit. Lalu, nyawa kami selamat," kata prajurit beruban yang berusia 38 tahun tersebut tapi tak mau menyebutkan namanya. Pemerintah berbeda Pemerintah Kamboja tampaknya tak mengandalkan magic untuk mempertahankan wilayahnya. Di tengah sengketa perbatasan, negara miskin tersebut memutuskan untuk menggandakan anggaran militernya jadi 500 juta dolar AS tahun depan. Namun prajurit berusia 38 tahun itu mengatakan ia bahkan lebih percaya pada magik setelah pertempuran Oktober. Selama baku-tembak tersebut, komandannya tewas. Khan Yorn, pendeta di satu pagoda di daerah sengketa, menyaakan ia telah membuat sangat banyak sabuk pelindung buat tentara yang ditempatkan di sana. "Banyak tentara telah meminta saya membuatkan sabuk yang berisi tulisan dharma Buddha sehingga mereka dapat memperoleh kebahagiaan, tapi saya tak dapat mengatakan bahwa jimat dapat menghalangi peluru," kata Khan Yorn. Tetapi ia segera mengatakan sesuatu yang ajaib mungkin telah terjadi selama baku-tembak bulan lalu. "Ketika baku-tembak berkecamuk, saya sedang berada di kediaman pendeta, dan peluru berhamburan di sekeliling pagida seperti kita menebar sekam padi," katanya. "Tetapi peluru itu tak mengenai kediaman pendeta saya," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008