Semarang (ANTARA News) - Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Susilo Utomo menilai bahwa karier politik mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sudah tamat. "Gus Dur sebenarnya sudah mulai terpental sejak dirinya kalah dengan KH Sahal Mahfudz saat maju menjadi Rois Am Syuriah PBNU dalam Muktamar NU di Solo," kata Susilo di Semarang, Kamis. Gus Dur juga mulai tersingkir dari kepengurusan PKB setelah ia mulai main pecat terhadap orang yang justru dipilihnya seperti kasus Matori Abdul Jalil kemudian diganti Alwi Shihab, namun kemudian Alwi Shihab diganti Muhaimin. Begitu juga dengan Muhaimin yang kemudian ingin digantinya. "Jadi lebih baik Gus Dur menjadi guru bangsa saja seperti dulu," katanya. Pernyataan Susilo Utomo tersebut menanggapi tidak ada satu pun dari 33 DPW PKB yang menyebut nama Gus Dur sebagai bakal capres untuk Pemilu 2009 dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKB, Selasa (11/11) malam. Dalam Mukernas, sebagian besar DPW justru menginginkan Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar bersedia dicalonkan sebagai capres partai berlambang bola dunia itu. Ada juga yang menyebut calon lain seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Megawati Soekarnoputri, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan KH Hasyim Muzadi. Namun, Susilo tidak melihat pemilihan Muhaimin ini ada kaitannya dengan kesadaran dari partai itu untuk mengajukan calon muda. "Saya rasa tidak, karena partai di Indonesia itu oligarki yang mengarah pada dinasti," katanya. Ia mengambil kasus pada sejumlah Pilkada di mana kepengurusan partai di daerah tidak bisa berbuat banyak saat mengusung calon kepala daerah meskipun sudah melewati konvensi karena partai ditentukan oleh kelompok kecil yang berpengaruh. "Seperti kasus pilkada Jatim hasil konvensi PDIP muncul nama Soekarwo, tetapi kemudian dicoret dan diganti nama lain," katanya. Bukan hanya itu saja, rekrutmen parpol sudah mengarah ke dinasti yang dapat dlihat dari munculnya sejumlah caleg yang berasal dari satu keluarga elit partai. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008