Pontianak (ANTARA News) - Langkah pemerintah mengambilalih Bank Century diyakini cukup efektif mencegah spekulasi dan mengantisipasi dampak ikutan yang dapat dialami bank lain di Indonesia.

"Tindakan yang diambil pemerintah sangat cepat," kata pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri di Pontianak, Senin.

Faisal Basri menambahkan, kondisi perbankan di Indonesia sudah jauh lebih baik dibanding krisis ekonomi tahun 1997-1998. Menurut dia, pada masa itu bank "ugal-ugalan". Sedangkan saat ini pemilik bank lebih bervariatif karena dikuasai pemerintah seperti bank BUMN dan BUMD.

"Sisanya milik swasta yang 70 persennya dikuasai asing. Mereka pasti akan berbuat maksimal dan mendapat dukungan kuat dari pemerintah masing-masing," kata Faisal Basri.

Faisal Basri mengatakan, perbankan di Indonesia sudah menjalani simulasi dengan parameter perhitungan diantaranya nilai tukar rupiah dan kemungkinan penarikan dana oleh nasabah.

Hasilnya, lanjut dia, nilai rasio kecukupan modal diperkirakan hanya turun empat persen dari angka semula 17 persen. "Angka itu juga masih jauh diatas rasio kecukupan modal minimal yang diatur Bank Indonesia," kata dia.

Ia berharap saat ini semua pihak tidak menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan kepanikan di masyarakat.

Kasus yang dialami Bank Century yang diambilalih pemerintah sejak Jumat (21/11) karena masalah pengelolaan di dalam bank itu sendiri. Faisal Basri mengatakan, Bank Century termasuk kategori bank yang "nakal". Bank Century terbentuk sebagai hasil gabungan dari tiga bank yakni Bank Danpac, Bank Pikko dan Bank CIC pada Desember 2004.

Sementara untuk usulan penjaminan penuh terhadap simpanan nasabah di bank, Faisal Basri mengatakan, angka Rp2 miliar lebih realistis. "Kalau 100 persen pemerintah yang menjamin, sama saja bohong. Karena kemampuan pemerintah hanya Rp2 miliar," kata dia.

Sedangkan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) masih menjadi langkah utama untuk pembayaran utang luar negeri yang akan jatuh tempo.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008