Jakarta,  (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai penanganan kasus korupsi di tanah air, sampai sekarang masih tebang pilih. Ini jadi salah satu faktor yang  membuat posisi Indonesia baik di Asia Tenggara maupun  Asia bahkan dunia, ditempatkan sebagai negara terkorup.

"Penanganan korupsi oleh kejaksaan dan kepolisian, tidak optimal karena masih tebang pilih," kata peneliti ICW, Emerson Yuntho, dalam menanggapi Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, di Jakarta, Selasa.

 "Kondisi korupsi di Indonesia, masih memprihatinkan dengan posisi sebagai negara terkorup baik di Asia Tenggara, Asia bahkan dunia," katanya.

Dikatakan, tingginya kasus korupsi di tanah air, dapat terbukti di sektor layanan publik, seperti, pembuatan SIM atau paspor.

"Atau adanya Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima suap dari Artalyta Suryani alias Ayin," katanya.

Ia menambahkan tidak seriusnya pemerintah dalam menangani korupsi juga, dapat terbukti dari Undang-Undang (UU) Pengadilan Tipikor yang sampai sekarang belum disahkan.

"Padahal UU Pengadilan Tipikor sudah mendesak untuk segera direalisasikan," katanya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Undang-Undang (UU) Pengadilan Tipikor segera disahkan mengingat keberadaannya penting untuk sistem penegakkan hukum di tanah air.

"Kita tentunya, secara kelembagaan meminta agar UU Pengadilan Tipikor segera disahkan," kata Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK, M Jasin, seusai acara Peringatan Gerakan Anti Korupsi dihadapan pegawai Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa.

Dikatakan, penegakkan hukum itu yang harus diikuti oleh KPK dalam memberikan putusan atau tuntutan korupsi, harus ke lembaga pengadilan tipikor bukannya pengadian umum.

Ia mengatakan sebenarnya dari UU Pengadilan Tipikor yang ada sekarang ini, sudah cukup dan tidak perlu dibuat lagi yang baru.

"Acuannya di Pengadilan Tipikor Jakarta itu, tidak ada masalah, karena itu idealnya UU itu mengacu pada yang sekarang ini," katanya. 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008