Jakarta (ANTARA) - Nama duo seniman video The Jadugar yang digawangi Anggun "Culap" Priambodo dan Henry "Betmen" Foundation sudah dikenal lewat karya-karyanya di dunia video musik nasional.

Anggun dan Betmen adalah sosok di balik video-video musik "nyentrik" pada era 2000-an yang populer bagi anak-anak muda generasi 90an yang terpapar kanal MTV Indonesia.

Mereka membuat kolase wayang untuk video musik Naif, "Dia Adalah Pusaka Sejuta Umat Manusia Yang Ada Di Seluruh Dunia" (2002), hingga tampilan ala Broadway untuk video klip "Bau Bau Bau" (2003) milik Project Pop, yang keduanya ikonis bagi penikmat musik dan seni video kreatif kala itu.

Saat ditemui di Jakarta, Sabtu (25/1), baik Anggun dan Betmen sepakat bahwa pengaruh komunitas Ruang Rupa, dan perkembangan teknologi analog ke digital saat itu, adalah hal yang mendorong mereka untuk terjun ke dunia seni video musik.

Baca juga: Mengulik perjalanan seni visual The Jadugar lewat buku terbarunya

Menurut Betmen, hal itu cukup menarik, karena mereka berdua memiliki latar belakang seni yang berbeda dan tidak menyenggol soal musik, apalagi video.

"Kita kuliah di IKJ, dan gue anak seni rupa murni, sedangkan Anggun di desain interior. Tapi kita berdua sama-sama punya ketertarikan di dunia audio-visual, apalagi saat itu transisi analog ke digital juga sudah dimulai," kata Betmen.

Terlebih, pengaruh MTV yang bisa dibilang merupakan kanal musik dan video satu-satunya di Indonesia kala itu menjadi dorongan tersendiri bagi seniman-seniman baru dan anak muda di awal tahun milenium itu.

Kedua pria berkacamata itu melihat adanya kesamaan dalam video musik yang mereka tonton di televisi, yang menggugah mereka untuk membuat kreativitas yang segar melalui media audio-visual.

"Video klip masa itu bisa dibilang bersifat naratif. Maka kita buat permainan visual di luar kelaziman sebagai bentuk kecintaan kita kepada seni rupa dan musik," kata Anggun.

Baca juga: Video musik "Berubah" tampilkan David Naif muda
 
Seniman video The Jadugar yang digawangi Anggun "Culap" Priambodo dan Henry "Betmen" Foundation saat ditemui di Jakarta, Sabtu (26/1/2020). (ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)

Proses kreatif yang Anggun dan Betmen telah lakoni selama 15 tahun berkarya dan menyuguhkan sajian video musik "nyentrik" nan estetik, lahir dari ide-ide liar yang ingin mereka eksplorasi ke bentuk seni lain.

Anggun dan Betmen tak menampik bahwa membuat video musik adalah sebuah pekerjaan "pesanan", namun di sisi lain, juga merupakan sebuah ruang kolaborasi tanpa batas.

"Buat gue, video musik itu adalah tempat buat nuangin idealisme gue ya di sana. Gue pasti larinya ke video musik," kata Betmen.

"Gue sangat takjub, ketika lagu yang gue denger di radio, punya visual yang apik pas gue nonton itu di MTV. Hal itu bikin gue ingin bikin video musik sendiri, dan sampai saat ini masih jadi passion gue," lanjutnya.

Video musik Indonesia kini

Lebih dari satu dekade berlalu, dan banyak perubahan dalam produksi, teknologi, dan bagaimana hasil akhir video musik saat ini, utamanya di Indonesia.

Teknologi yang berevolusi dengan cepat, membuat proses pembuatan hingga distribusi video musik semakin mudah untuk diakses oleh siapa saja, melalui layanan dan gawai apa pun.

Namun, apakah segala kemudahan yang ditawarkan di era saat ini berbanding lurus dengan kreativitas para kreator baru?

"Hari ini, pertanyaan orang tentang video bukan soal tools-nya, karena semuanya sudah ada. Hari ini masih dipikirin adalah hal yang sama, konsep, apakah ada auranya dalam video itu, sampai eksekusinya," kata Anggun.

Sepakat dengan kawan sekaligus sutradara film "9808 Antologi 10 Tahun Reformasi Indonesia" itu, Betmen menambahkan sejumlah hal yang perlu diperhatikan kreator di tengah kecanggihan teknologi, adalah bagaimana caranya untuk menjadi "terlihat".

"Sekarang semuanya sudah terbiasa sama tools video dalam bentuk dan media apapun, bahkan ada template dan video bisa diakses lewat YouTube dan media sosial," kata Betmen.

"Tugas kreator sekarang adalah gimana mereka harus stand out juga, karena banyak video yang bagus. Jadi mungkin stand out itu yang jadi challenge," ujar personel Goodnight Electric itu melanjutkan.

Baca juga: Andien rilis video klip "Halo Sayangku"

Baca juga: Slank dan 100 artis rilis video klip #barengjokowi


Bicara soal seniman-seniman multimedia baru, Betmen mengatakan bahwa regenerasi pasti akan terjadi di cabang seni mana pun - entah seni rupa, seni musik, sampai seni video.

Hanya saja, selain menjadi beda dengan memberikan ide-ide kreatif yang segar, seorang seniman harus lebih berani untuk menunjukan bakat lewat karyanya, yang diunggah atau ditampilkan dengan intens.

"Yang penting mereka bikin aja, persis kayak Jadugar dulu. Kita bukan anak sinema, jadi kita tabrak lari aja walaupun dikatain enggak matang secara teknis sama anak-anak sinema," ucap pria dengan nama asli Henry Irawan itu.

Bagi Betmen dan Anggun, menjadi seorang seniman multimedia adalah mencari tahu lebih banyak tentang kemampuan diri sendiri, dan mewadahi gagasan dan ekspresi kreatif yang ingin ditunjukan kepada dunia.

Dan kali ini, semua orang bisa melakukan hal itu. Ditambah dengan segala kemudahan akses yang jauh berbeda di zaman mereka berdua ketika masih muda, kini saatnya seniman muda lain yang membuat karya video klip yang berani secara konsep dan estetika.

"Banyak ruang dan akses bagi seniman (audio-visual) sekarang. Dan gue harap mereka enggak lupa mengarsipkan karya-karyanya sejak dini, sehingga bisa jadi pemetaan sejarah seni video musik dan referensi bagi kreator lain di masa depan," pungkas Betmen.

Baca juga: Sutradara Indonesia garap video klip Luby Sparks terbaru

Baca juga: Stephanie Poetri & Jackson Wang rilis video klip "I Love You 3000 II"

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020