Jakarta (ANTARA) - Limbah atau sampah tidak hanya dihasilkan oleh produk-produk berbahan plastik, tanpa disadari, barang fesyen juga menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia.

Berdasarkan data Unevironment.org pada 2018, limbah tekstil menghasilkan 20 persen limbah air dan 10 persen emisi karbon di dunia.

Tren fesyen yang terus berganti tanpa disadari membuat orang menjadi konsumtif, terlebih setelah munculnya produk "fast fashion" atau jenis pakaian murah yang diproduksi dengan cepat dan secara besar-besaran.

Banyak orang yang membeli pakaian namun hanya digunakan satu atau dua kali saja. Setelah itu, pakaian hanya menumpuk di lemari atau kemudian dibuang begitu saja dan menjadi tidak ada nilainya. Sama seperti halnya plastik, produk fesyen ini pun sulit untuk diuraikan.

Berdasarkan keprihatinan tersebut, penyanyi Andien Aisyah dan Intan Anggita Pratiwie mendirikan Setali Indonesia.

Setali Daur adalah sebuah yayasan yang berupaya memperpanjang usia barang dengan cara mengajak masyarakat untuk memilah dan mendonasikan barang atau pakaian yang sudah tidak terpakai namun masih layak.

Barang tersebut kemudian dikelola menjadi barang yang memiliki nilai baru.

Baca juga: Ini krisis iklim!

Baca juga: Bayang-bayang bencana di balik anomali iklim Indonesia


Penyanyi Andien Aisyah selaku founder Setali Daur mengenakan busana yang telah di upcycle (ANTARA/Setali Daur)

Setali memiliki semangat sustainable fashion atau gerakan untuk menjaga lingkungan dari bahaya sampah industri fesyen. Dengan mendonasikan barang ini, setidaknya sudah membantu untuk mengurangi sampah fesyen mampu menghasilkan berton-ton limbah teksil.

Tujuan utamanya adalah menjadikan gerakan sustainable fashion ini sebagai gaya hidup baru dengan cara memilih barang dan mendonasikannya agar barang tersebut tetap memiliki nilai meski sudah tidak bersama pemilik awal.

"Karena pakaian itu udah terlalu mudah banget kan mendonasikannya, makanya alangkah tepatnya kalau si pakaian itu kita kelola karena si limbah pakaian itu terlalu susah diurai setelah plastik untuk di land field," ujar co-founder Setali, Intan kepada ANTARA di Jakarta.

Baca juga: Sunatullah Jakarta

Baca juga: Andien sebut hutan kota penting untuk menjaga kewarasan warga


Di Setali, pakaian yang sudah tidak terpakai diolah lewat dua cara edit value dan reconstruct.

Untuk added value, biasanya dari beberapa pakaian digabung menjadi satu, misalnya kemeja ditambahkan renda atau rok bawahan dijahit bersama sweater. Sedangkan reconstruct, lebih menjadikan sebuah pakaian menjadi bentuk baru seperti jeans bekas diubah menjadi totebag atau topi mancing.

"Kita pengin awareness pada pilar-pilar sustainable itu sampai, kayak sebenarnya fashion substainable itu kan hal-hal yang udah dilakuin di kulturnya Indonesia, pertama repair, memperpanjang usia pakaian dengan memperbaikinya. Terus kedua reduce, ngereduce pemakaian uang untuk membeli barang baru," jelas Intan.

"Terus reuse, itu pakai lagi yang turunan-turunan. Ada juga relove, itu membeli barang-barang prelove atau thrifting supaya si baju ini enggak langsung menjadi tidak ada nilainya. Terus yang terakhir recycle, itu ada upcycle dan downcycle," lanjutnya.

Tak hanya menampung barang-barang tidak terpakai, Setali juga rutin mengadakan workshop. Beberapa acara yang pernah dilaksanakan di antaranya Lokakarya - "Daur Ulang: Percantik Baju Lamamu, Barang Lama Bersemi Kembali" - "Cerita Tentang Baju Kita, DIY (Do It Yourself) Workshop Jamming serta Kembang Gula" - "Manisnya Berbagi".

Baca juga: Gaya hidup "zero waste" yang semakin dilirik

Baca juga: Adaptasi bersama atau tereliminasi

 

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020