Batam (ANTARA News) - Angka perceraian di Kota Batam meningkat sekitar 15 persen dibanding tahun lalu, kata Hakim Pengadilan Agama Kota Batam Muslim Djamaludin. "Hingga November, jumlah perceraian 859, padahal, tahun lalu, hingga akhir Desember, kasus cerai hanya 799," katanya di Batam, Senin. Menurut Muslim, peningkatan jumlah perceraian di kota industri karena kondisi ekonomi yang melemah. Berdasarkan pengalaman memimpin sidang cerai, kata dia, umumnya, perceraian dilatarbelakangi persoalan ekonomi. "Sejauh ini kasus cerai didominasi oleh cerai gugat, istri kurang puas dengan pendapatan suami," katanya. Menurut dia, kondisi perekonomian Kota Batam yang kian terpuruk menyebabkan jumlah perceraian terus meningkat hingga akhir tahun. Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja, pengurangan jumlah produksi pabrik yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan pekerja dari uang lembur menjadi pemicu utama perceraian, kata dia. Ia mengatakan umumnya, pasangan suami istri Batam belum matang, sehingga mudah terpicu cerai karena masalah ekonomi. "Sebelum diputuskan cerai, telah kami beri mediasi, namun mereka tetap pada keputusan, karena ego yang tinggi," katanya. Selain masalah ekonomi, faktor utama perceraian di Kota Batam juga disebabkan pengetahuan agama yang minim. Para pasangan mudah mengambil keputusan cerai dengan alasan diizinkan agama. Padahal, sejatinya, kata dia, cerai aalah tindakan yang dibenci Tuhan. "Mereka mudah sekali mengambil keputusan cerai, dan umumnya perempuan yang menggugat, ini menandakan pengetahuan agama pasangan itu masih sangat minim," katanya. Berdasarkan data Pengadilan Agama Kota Batam, dari 859 kasus yang ditangani sepanjang 2008 hingga November, sebanyak 508 pasang cerai gugat, 207 pasangan cerai talak, dan empat pasangan izin poligami. "Sisanya karena alasan beragam," kata dia.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008