"Urusan SIM baik SIM A, SIM C, serta perpanjangannya lebih dominan dikeluhkan saat mengurusnya di kantor-kantor Polres, " katanya di Kupang, Jumat, terkait pelayanan publik Polres di NTT.
Dia mengatakan, keluhan terkait jenis layanan ini banyak disampaikan masyarakat kepada pihaknya melalui pesan whatsapp maupun SMS (short message service).
Menurut dia, banyak masyarakat selaku pemohon layanan mengeluh karena tidak lulus praktik saat melakukan ujian mengemudikan kendaraan.
"Mereka mengeluh kondisi jarak antartiang saat praktik itu terlalu dekat sehingga selalu tertabrak dan dinyatakan tidak lulus," katanya.
"Padahal menurut Peraturan Kapolri tentang SIM, jarak antartiang harus satu setengah kali panjang kendaraan," katanya.
Menurut Darius, karena banyak pemohon layanan yang tidak lulus mengikuti tes teori dan praktik untuk mendapat SIM maka mereka meminta diluluskan dengan biaya tambahan di luar dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dia menambahkan, persoalan ini sudah disampaikannya dalam rapat koordinasi di Markas Besar Polda NTT pada 2019 lalu, karena itu pihaknya berharap mendapat perhatian serius untuk dibenahi.
Dia menjelaskan, pelayanan Polres di NTT butuh pembenahan serius karena berdasarkan hasil survei tingkat kepatuhan pelayan publik pada 2019 lalu, mendapati sebanyak empat Polres dengan predikat zona merah serta delapan Polres dalam zona kuning.
Layanan SIM, kata dia, merupakan salah satu jenis produk layanan yang disurvei selain, surat keterangan tanda lapor kehilangan, surat tanda terima laporan polisi, pelayanan penerbitan surat keterangan catatan kepolisian.
Baca juga: Ombudsman puji Sekwan Manggarai Barat tolak permintaan aneh oknum DPRD
Baca juga: Ombudsman NTT soroti tumpang tindih sertifikat tanah di Flores Timur
Baca juga: Resahkan layanan publik, terminal bayangan di Kupang disorot Ombudsman
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020