Jakarta (ANTARA News) - Kalangan anggota DPR RI menilai, Pemerintah berhasil meraih untung Rp600 per liter dari penjualan bensin premium bersubsidi sehingga seharusnya harga jualnya bisa lebih diturunkan lagi.

Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Bahan Bakar Minyak (BBM), Efiardi Asda (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), salah satu anggota Dewan yang memberi pernilaian tentang harga BBM bersubsidi tersebut sebagaimana diinformasikan melalui kanal resmi DPR RI, di Jakarta, Senin dinihari.

Efiardi Asda menambahkan, bila mengacu pada perkembangan harga minyak internasional, mestinya harga bahan bakar minyak (BBM) premium harus lebih murah lagi.

Jadi, dibanding dengan harga jual eceran BBM premium bersubsidi yang sekarang Rp4.500, seharusnya menurutnya bisa diturunkan pada angka sekitar Rp3.900 per liter.

Harga jual premium sebesar Rp3.900 per liter itu, katanya, sudah memperhitungkan biaya distribusi dan margin keuntungan (alpha), pajak pertambahan nilai (PPN), serta pajak bahan bakar kendaraan bermotor (BPKB).

Perhitungan ini, ujarnya lagi, menggunakan harga Mean Of Platts Singapore, (MOPS) sebesar US$45 per barel dan kurs rupiah Rp 11.800.


Melanggar UU APBN, Panggil Presiden, Menkeu, Men ESDM

Karena itu, Efiardi Asda menyatakan, Pansus akan memanggil Presiden RI, Menteri Keuangan RI, serta Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) untuk meminta klarifikasi masalah tersebut.

Pokoknya, tandasnya, Pansus akan memanggil Pemerintah untuk mengklarifikasi pernyataan yang menyatakan telah menurunkan harga BBM untuk ketiga kalinya, padahal mereka justru untung.

Sementara itu, Anggota Pansus Angket BBM, Dradjad H Wibowo (Fraksi Partai Amanat Nasional) menyesalkan Pemerintah yang menjual harga premium bersubsidi di atas harga internasional.

Kebijakan tersebut, katanya, melanggar Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN).

Sebab, menurutnya, seharusnya Pemerintah yang mensubsidi rakyat. Bukan sebaliknya, rakyat yang mensubsidi pemerintah.

Sedangkan Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Ari Sumarmo menuturkan, keuntungan dari penjualan premium itu menjadi milik Pemerintah, bukan distributor BBM bersubsidi.

Pertamina sebagai distributor BBM bersubsidi, katanya, tidak dilibatkan dalam penentuan harga BBM bersubsidi.

Dalam penghitungan harga BBM bersubsidi, ujarnya, baik kenaikan ataupun penurunan, Pertamina tidak terlibat.

Ari Sumarmo mengungkapkan pula, Pertamina hanya dimintai data terkait BBM oleh Pemerintah.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009