Jakarta (ANTARA) - Seiring kasus infeksi virus corona baru atau COVID-19 di berbagai belahan dunia, kebiasaan di masyarakat pun perlahan mulai diubah, setidaknya hingga kasus infeksi bisa teratasi.

Sejumlah kebiasaan ini antara lain: berjabat tangan, salaman menggunakan pipi, pelukan hingga penggunaan sedotan.

Berikut sedikit ulasannya seperti dilansir dari Channel News Asia, Selasa:

China

Di Beijing, pemerintah setempat menganjurkan orang-orang tidak berjabat tangan, namun memegang tangan mereka masing-masing sebagai tanda menyapa.

Melalui alat pengeras suara, pemerintah memberitahu orang-orang melakukan gestur tradisional gong shou, yakni meninju telapak tangan yang berlawanan untuk sekedar menyapa.

Prancis

Media-media di Prancis dipenuhi anjuran bagaimana mengganti ciuman di pipi sebagai bentuk sapaan di sana, juga berjabat tangan.

Ahli etika Prancis, Philippe Lichtfus menyarankan menatap mata lawan bicara bisa dilakukan untuk menyapa.

Baca juga: Setop cium pipi, kata menteri Swiss tentang penyebaran virus corona

Baca juga: Tips supaya anak tak stres usai mendapat informasi COVID-19
Brazil

Kementrian Kesehatan Brazil merekomendasikan warganya tidak menggunakan satu sedotan logam untuk minum chimarrao atau minuman untuk pasangan yang terbuat dari kafein khas Amerika Selatan.

Jerman

Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer pernah menolak ajakan jabat tangan kanselir Angela Merkel.

Dia lalu tersenyum dan justru menjabat tangannnya sendiri. Mereka lantas tertawa bersama dan Merkel mengangkat tanganya sebelum duduk.

Spanyol

COVID-19 menghentikan sementara tradisi masyarakat Spanyol, yakni mencium patung Bunda Maria sebulan menjelang Paskah.

Biasanya, orang-orang akan mengantri untuk mencium tangan atau kaki patung Bunda Maria untuk meminta perlindungan.

Baca juga: Corona bikin batal ke luar negeri? Coba wisata alternatif dalam negeri

Baca juga: Jenewa Motor Show batal, pabrikan putar otak cari tempat peluncuran

Baca juga: Setop bersalaman, ini cara lain menyapa orang demi cegah COVID-19

 
Romania

Di Romania, ada festival Martisor yang menandai awal musim semi.

Saat itu, para pria memberikan bunga talismanic ke wanita, terkadang diselipi kecupan. Tetapi pemerintah mendesak orang-orang menyerahkan bunga tanpa ciuman.

Polandia

Di Polandia, salah satu negara yang penduduknya banyak menganut Katolik di Eropa, masyarakat diizinkan mengikuti "persekutuan spiritual". Namun, saat tiba pemberian roti, sebaiknya gunakan tangan sendiri ketimbang membiarkan pastur memberikan roti ke mulut jemaah.

Umat ​juga diminta tidak mencelupkan tangan mereka ke dalam air suci ketika masuk dan keluar dari gereja. Sebagai gantinya, mereka bisa membuat tanda salib (menggunakan gerakan tangan mereka).

Iran

Di Iran, ada video yang beredar memperlihatkan tiga orang teman bertemu.

Mereka memasukan tangan ke saku dan dua di antaranya yang mengenakan topeng menyenggol atau menepuk kaki satu sama lain sebagai tanda menyapa.

Sebuah video serupa di Lebanon menunjukkan penyanyi Ragheb Alama dan komedian Michel Abou Sleiman saling mengetuk kaki sambil membuat suara ciuman menggunakan mulut mereka.

Baca juga: Tips cegah paparan virus di kendaraan umum

Baca juga: TransJakarta siapkan cairan pembersih tangan di 80 halte

Baca juga: Bursa pariwisata terbesar di dunia ITB Berlin batal digelar

 
Selandia Baru

Beberapa lembaga pendidikan di Selandia Baru sementara ini meninggalkan tradisi Maori atau hongi -- yakni dua orang saling mendekat lalu menekan hidung mereka.

Alih-alih menyapa siswa baru dengan hongi, para staf pengajar menyambut siswa menggunakan lagu Maori.

UEA

Uni Emirat Arab, serta Qatar, menyarankan warga untuk menghentikan salam tradisional "hidung ke hidung".

Orang-orang juga tidak boleh berjabatan tangan atau berciuman. Sebaiknya, saat menyapa satu sama lain cukup melambaikan tangan.

Baca juga: Rasa wisata di fasilitas observasi Sebaru Kecil

Baca juga: Turki keluarkan peringatan perjalanan ke Mongolia akibat virus corona

Baca juga: Industri perjalanan wisata di Yogyakarta terdampak kasus virus Corona


 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020