Jakarta (ANTARA News) - Manajemen PT Krakatau Steel Tbk (KS) menyatakan tidak akan mengurangi karyawannya dalam kondisi krisis sekarang ini, apabila pemerintah dapat memberikan stimulus dan tidak menunda pembangunan infrastruktur.

Komisaris Utama KS Taufiqurrahman Ruki dan Dirut BUMN baja tersebut Fazwar Bujang usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Kantor Kementerian BUMN di Jakarta Kamis mengatakan, industri baja nasional dan dunia sekarang sedang dihadapkan pada ketidakpastian terkait turunnya harga dan lesunya permintaan.

Menurutnya, sejumlah perusahaan baja terkemuka seperti Arcellor Mittal menderita rugi operasional pada kuartal IV 2008 sebesar 3,5 miliar dolar, dan menawarkan program pensiun dini kepada 9.000 pekerja atau 3 persen dari total pegawai.

Bohler Edelsthal di Austria sejak 16 Februari 2009 mulai menerapkan jam kerja yang lebih singkat selama enam bulan terhadap 1.700 orang karyawan pabrik.

Caterpillar di Amerika Serikat berancang-ancang mem PHK 20.000 orang dari 112.900 karyawan akibat penurunan penjualan hingga 25 persen.

Sedangkan ThyssenKrupp, Jerman memperpendek jam kerja guna menghindari program pengurangan tenaga buruh.

Ruki menjelaskan, Kratakau Steel saat ini masih lebih beruntung karena produksi masih terus berlanjut meski kapasitas produksi tidak maksimal.

"Utilisasi tidak lagi mencapai kapasitas penuh, namun patut disyukri bahwa karyawan masih tetap bekerja dengan menerima gaji 100 persen, meski tidak ada kenaikan gaji, tidak ada uang insentif," katanya.

Menyikapi kondisi tersebut, Krakatau Steel berharap pemerintah tetap tidak bersikap proteksionis, tetapi harus mengambil langkah yang berpihak kepada industri dan masyarkat, terutama buruh.

"Melanjutkan pembangunan infrastruktur dengan mewajibkan penggunaan produk dalam negeri, sepanjang industri dalam negeri masih mapu memproduksi komponen-komponen itu," tegas Ruki.

Pada tahun 2009 perusahaan baja "pelat merah" ini menargetkan penjualan baja hanya Rp15,8 triliun, turun dibanding penjualan tahun 2008 sebesar Rp19 triliun.

Penjualan produk baja diutamakan pada jenis baja untuk proyek-proyek infrastruktur pemerintah dan swasta termasuk memenuhi kebutuhan pabrikan dan kebutuhan masyarakat seperti paku, kawat, seng, besi beton, termasuk pembuatan tabung gas, dan kebutuhan industri pertahanan.

Menurut Ruki, pemerintah harus menerapkan tata niaga impor terhadap produk-produk tertentu yang dilakukan secara resiprokal, termasuk menetapkan tarif bea masuk dan persyaratan-persyaratan tertentu sebelum dilekuarkan izin impor.

Izin impor perlu mensyaratkan rekomendasi dari produsen dan asosiasi produsen.

"Perlu membuat terobosan dengan kebijakan stimulus kepada industri baja dan industri manufaktur yang berbasis baja, serta mengimbau pemerintah bersikap tegas terhadap impor illegal produk baja dan produk berbasis baja," tegas Ruki.

Jika harapan-harapan tersebut dijalankan pemerintah, maka komisaris KS meyakini akan tercipta kondisi usaha yang kondusif dan dapat menghindari pemutusan hubungan kerja.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009