Sharm el-Sheikh, Mesir,(ANTARA News) - Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton tiba di Mesir, Minggu, untuk menghadiri pertemuan donor internasional yang diharapkan Palestina akan menghasilkan dana milyaran dolar untuk membantu membangun kembali Jalur Gaza yang hancur akibat perang.

Sebagaimana dilaporkan AFP, mantan Ibu Negara AS itu sedang dalam lawatan pertamanya ke Timur Tengah selaku diplomat tinggi Amerika sejak Presiden Barack Obama memulai tugasnya pada Januari dengan menjanjikan semangat baru kerja sama global.

AS dikabarkan mempertimbangkan paket bantuan 900 juta dolar untuk pembangunan kembali Gaza, yang hancur oleh ofensif tiga pekan Israel dalam perang dengan Hamas pada Desember dan Januari dan oleh blokade yang terus berlangsung.

Hillary harus menjawab kekhawatiran para pemimpin Eropa yang ingin Washington menekan sekutu utamanya, Israel, agar memperbaiki distribusi bantuan bagi wilayah kantung Palestina itu.

Ia mengatakan, Jumat, bantuan akan bergantung pada seberapa jauh orang Palestina memenuhi persyaratan kwartet perdamaian -- AS, Uni Eropa, PBB dan Rusia.

"Saya akan mengumumkan sebuah komitmen mengenai paket bantuan yang berarti, namun itu akan diberikan jika kami memastikan bahwa sasaran kami bisa cenderung dicapai, bukannya dirongrong," katanya kepada radio Suara Amerika.

Sekitar 75 negara mengambil bagian dalam konferensi bantuan itu, yang diadakan di kota pesisir Laut Merah Sharm el-Sheikh pada Senin, enam pekan setelah perang berhenti di sekitar Gaza.

Pemerintah Palestina sedang mengupayakan dana 2,8 milyar dolar bagi pembangunan kembali wilayah kantung berpenduduk 1,4 juta orang itu, yang sebagian besar bergantung pada bantuan dari PBB.

Namun, negara-negara donor utama menuntut agar Hamas yang menguasai Gaza tidak memainkan peranan dalam pembelanjaan dana itu, yang menurut mereka harus ditangani oleh Pemerintah Palestina pimpinan Presiden Mahmud Abbas yang mendapat dukungan Barat.

Kelompok Hamas, yang menang dalam pemilihan umum Palestina pada 2006, menguasai Jalur Gaza pada Juni 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.

Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut diblokade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.

Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris karena kelompok itu menolak mengakui keberadaan negara Yahudi tersebut.

Ehud Olmert yang akan mengakhiri tugas sebagai PM Israel telah memperingatkan mengenai konfrontasi yang akan segera terjadi dengan Hamas meski gencatan senjata yang ditengahi Mesir diberlakukan pada 19 Juni.

Kekerasan Israel-Hamas meletus lagi setelah gencatan senjata enam bulan berakhir pada 19 Desember.

Israel membalas penembakan roket pejuang Palestina ke negara Yahudi tersebut dengan melancarkan gempuran udara besar-besaran sejak 27 Desember dan serangan darat ke Gaza dalam perang tidak sebanding yang mendapat kecaman dan kutukan dari berbagai penjuru dunia.

Israel dikecam masyarakat internasional atas kematian-kematian yang ditimbulkannya dalam perang di Gaza.

Pasukan Israel meninggalkan Jalur Gaza setelah daerah pesisir itu hancur akibat ofensif 22 hari. Mereka menyelesaikan penarikan pasukan dari wilayah yang dikuasai Hamas itu pada 21 Januari.

Jumlah korban tewas Palestina mencapai sedikitnya 1.300, termasuk lebih dari 400 anak, dan 5.300 orang cedera di Gaza sejak Israel melancarkan ofensif terhadap Hamas pada 27 Desember.

Di pihak Israel, hanya tiga warga sipil dan 10 prajurit tewas dalam pertempuran dan serangan roket.

Selama perang 22 hari itu, sekolah, rumah sakit, bangunan PBB dan ribuan rumah hancur terkena gempuran Israel, dan Pemerintah Palestina menyatakan jumlah kerugian prasarana saja mencapai 476 juta dolar.

Penghentian serangan Israel dilakukan setelah negara Yahudi tersebut memperoleh janji dari Washington dan Kairo untuk membantu mencegah penyelundupan senjata ke Gaza, hal utama yang dituntut Israel bagi penghentian perang.(*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2009