Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dinilai harus belajar dari India dan Cina dalam menangani perkeretaapian yang sukses menjadikan angkutan kereta api sebagai sarana transportasi publik yang murah dan efisien.

Demikian diungkapkan pemerhati perkeretaapian Taufik Hidayat kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat, menanggapi belum maksimalnya pelayanan kereta api di tanah air.

Menurut Taufik, pemerintah dan pemangku kepentingan harus mampu mencari terobosan yang radikal sehingga berbagai kendala dapat diselesaikan dengan baik.

Kereta api diutarakannya, memiliki persoalan yang kompleks mulai sisi sumber daya manusia, teknologi, organisasi maupun kelembagaaanya.

"Karena faktor-faktor tersebut tidak dikelola dan diberdayakan dengan baik maka yang terjadi justru hanya ketidaknyamanan, ketidakamanan dan bahkan kecelakaan," katanya.

Penangangan perkeretapian di mana PT Kereta Api Indonesia (PT KA) sebagai operator tidak fokus, tumpang tindih, sehingga seringkali kualitas layanan terabaikan.

Menurutnya, terdapat empat pokok permasalahan yang harus bisa diselesaikan secara paralel oleh seluruh pihak terkait, yaitu pertama, dari sisi internal yaitu peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang benar-benar menguasai bidangnya seperti persinyalan track (rel).

"SDM harus disiplin dan dituntut menguasai secara mendalam bidangnya masing-masing," ujarnya.

Kedua, dari sisi komersial, bagaimana seluruh produk dan layanan kereta api kepada masyarakat dengan memenuhi unsur ketepatan waktu, keamanan, dan kenyamanan.

Ke tiga, dari sisi ekonomi, bahwa tarif angkutan harus ditetapkan berdasarkan biaya yang sebenarnya yang disesuaikan dengan asumsi terdapat kewajiban pemberian layanan kepada publik (public service obligation/PSO).

Sedangkan ke empat, adalah perlunya diberikan otoritas kepada daerah operasional (Daops) tidak selalu terpusat.

Untuk itu ujarnya, dalam konteks layanan perlu diperjelas mana yang masuk bagian direktorat operasi, direktor komersial, maupun direktorat teknis.

"Kalau semua direktorat tersebut fokus pada masing-masing tugasnya dan tidak tumpang tindih bukan tidak mungkin PT KA lebih efiesien dan bahkan mampu mencetak untung," ujarnya.

Penangangan kereta api yang terfokus dicontohkannya, dilakukan India dan Cina, negara yang juga memiliki penduduk besar.

Menurut catatan Taufik, kereta api di India juga ditangani BUMN, dan pada tahun 2006 mampu mencetak pendapatan sebesar Rp20 triliun, bandingkan dengan PT KA yang hanya membukukan laba sekitar ratusan miliar dengan pendapatan hanya sekitar Rp5 triliun.

Panjang jalur kereta api di India mencapai 65.000 km, di Indonesia 4.000 kilometer, dengan perbandingan itu maka setidaknya laba PT KA harusnya di atas Rp2 triliun setiap tahun.

Dari Rp20 triliun pendapatan kereta api India itu sebanyak 65 persen disumbang dari layanan angkutan barang, sisanya atau 35 persen dari angkutan penumpang.

Berbeda dengan Indonesia pendapatan didominasi dari angkutan penumpang, sedangkan angkutan barang masih sangat maksimal atau hanya sekitar 15 persen. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009