Jakarta, 16/3 (ANTARA) - Baru-baru ini disepakati dalam pertemuan tingkat menteri yang tergabung dalam Coral Tringle Initiative (CTI) di Papua New Guinea bahwa initisiatif dalam pengelolaan terumbu karang yang tertuang dalam CTI regional plan of action harus lebih banyak dipelopori oleh pemerintah (government driven). Selain itu, bantuan dan dukungan dalam CTI dari donor harus berdasarkan rekomendasi dari pemerintah CT-6. Para anggota CTI juga berkomitmen untuk mendukung penempatan sekretariat CTI di Indonesia selaku inisiator yang secara resmi akan ditetapkan dalam CTI Summit di Manado dua bulan mendatang.

     Demikian beberapa kesepakatan dalam pertemuan pejabat tinggi (Senior Official Meeting-3) dan pertemuan pertama tingkat Menteri (1st Ministerial Meeting) CTI pada tanggal 9-11 Maret 2009 di Port Moresby, Papua New Guinea. Pertemuan tersebut dihadiri oleh para menteri negara-negara CTI atau yang dikenal CT-6 (Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philipina, Solomon Islands, dan Timor Leste) dan development partners (USA dan Australia), juga dihadiri oleh beberapa Intergovernmental Organization (IGO)  dan Non Government Organization (NGO) selaku CTI Development Partners (CDP), seperti WWF, TNC, CI, GEF, ADB, dan Worldfish.

     Dalam kesempatan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi menyampaikan mengenai CTI Regional Plan of Action yang memiliki tujuan untuk menetapkan program bentang laut (seascape), melaksanakan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem, menetapkabn daerah perlindungan laut (marine protected area), mengantisipasi dampak perubahan iklim (climate change adaptation) dan mengurangi daftar jenis-jenis biota laut yang terancam punah dari daftar International Union for the Conservation of Nature (IUCN).

     Terkait dengan status sumberdaya pesisir dan laut di wilayah segitiga terumbu karang saat ini yang mendapat tekanan akibat perubahan iklim, penangkapan berlebih, praktek penangkapan yang merusak, pembangunan pesisir yang tidak berkelanjutan dan polusi, serta trend masa datang, Indonesia memberikan alasan pentingnya menaruh perhatian seksama terhadap masalah tersebut. Salah satunya adalah bahwa segitiga terumbu karang (coral triangle) merupakan kekayaan yang telah dikenal dunia yang memiliki keunikan yang tidak dapat ditemukan di belahan bumi lainnya.

     Lebih lanjut Freddy mengutarakan pentingnya pertemuan tingkat menteri mengenai coral triangle kali ini karena beberapa alasan, antara lain: (1) upaya mengamankan masa depan perekonomian kita, di mana puluhan juta penduduk di wilayah ini menggantungkan penghasilan dan kehidupannya pada sumberdaya di kawasan tersebut; (2) upaya mengamankan ketahanan pangan kita di masa depan, di mana kebutuhan protein ratusan juta penduduk di wilayah ini sangat tergantung pada sumberdaya perikanan dan sumberdaya lainnya di kawasan coral triangle; dan (3) upaya  mewujudkan tanggung jawab moral terhadap kekayaan yang dimiliki sebagai bentuk kewajiban untuk melestarikan ekosistem dan species yang ada di dalammnya bagi anak-cucu dan generasi yang akan datang.

     Dalam rangka mendukung pelaksanaan CTI tersebut, beberapa lembaga donor dan negara-negara sahabat, baik pada tahap perencanaan maupun tahap implementasi telah membentuk sebuah organisasi yang disebut CDP. Sedangkan TNC, CI dan WWF sendiri telah bergabung mendukung CTI melalui bantuan teknis, fasilitas dan penyaluran hibah awal sebesar US$ 500.000. Secara keseluruhan dana hibah internasional yang terkumpul untuk mendukung CTI adalah sebesar US$ 260 juta yang secara resmi akan dicanangkan para Pimpinan 6 Negara pada CTI Summit tanggal 15 Mei 2009 di Manado dalam satu rangkaian World Ocean Conference (WOC).

     Dapat kami jelaskan bahwa pembentukan Segitiga Terumbu Karang atau CTI merupakan upaya Indonesia untuk penanggulangan perubahan iklim global. Segitiga terumbu karang yang masuk dalam CT-6 mencapai luas 75.000 km2, memiliki lebih dari 500 spesies terumbu karang dan dihuni oleh lebih dari 3000 spesies ikan. Keberadaan segitiga terumbu karang ini dikenal di dunia sebagai Amazon of the Seas karena memiliki keanekaragaman hayati paling kaya di planet bumi.

     Terumbu karang di area segitiga tersebut secara tidak langsung merupakan sumber pangan bagi 120 juta penduduknya, tempat pemijahan ikan tuna dan sumber ekonomi regional dengan perkiraan perputaran uang mencapai US$ 2,3 milyar per tahunnya. Keberadaan area segitiga terumbu karang perlu dijaga karena memiliki multi fungsi, antara lain: (1) untuk mendukung mata pencaharian alternatif dan ketahanan pangan masyarakat di wilayah tersebut, (2) sebagai daya tarik wisatawan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (3) berperan untuk melindungi masyarakat pesisir dari kerusakan yang disebabkan badai tropik dan tsunami, dan (4) sebagai sarana masuknya investasi.

     Dalam rangka mendukung persiapan pelaksanaan CTI Summit 2009 tersebut, Pemerintah Indonesia (Departemen Kelautan dan Perikanan) telah merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut : (a) National CTI Plan of Action akan diadopsi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Departemen Kelautan dan Perikanan, (b) Melakukan koordinasi secara intensif dengan lintas sektor terkait, khususnya Bappenas untuk dapat mengadopsi National CTI Plan of Action ke dalam RPJM 2010-2015, yang pada saat ini sedang dalam proses penyusunan, dan (c) Mendorong partisipasi aktif lintas sektor terkait, utamanya dalam penunjukkan focal point dan penyiapan anggaran di Departemen masing-masing untuk implementasi CTI.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Soen'an H. Poernomo, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009