Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Hartadi A Sarwono, mengungkapkan, utang luar negeri sektor swasta Indonesia yang jatuh tempo sekarang ini mencapai 22,6 miliar dolar AS.

"Tapi ini tidak lagsung menjadi tekanan (terhadap rupiah), sebab utang jatuh tempo ini tidak semuanya terus dibayarkan, karena ada yang di-roll over (diperpanjang)," katanya di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, utang swasta tersebut terdiri dari utang perusahaan sebesar 17,4 miliar dolar AS (sudah termasuk bunga sebesar 2 miliar dolar AS) dan di perdagangan keuangan (trade financing) sebesar 5,2 miliar dolar AS berupa bankers acceptance dan trade credits.

Ia mengatakan, berdasarkan data bank Indonesia, untuk utang swasta perusahaan, 31 persen di antaranya adalah utang kepada perusahaan induknya.

"Sehingga kemungkinan di-roll over cukup tinggi. Kan kalau kepada anaknya masak tidak diberi, ya mungkin dalam situasi seperti ini tidak semuanya di-roll over mungkin setengahnya," katanya.

Selain itu, 57 persen perusahaan yang berutang merupakan perusahaan asing atau perusahaan joint venture dengan asing, sehingga kemungkinan untuk perpanjangan disetujui lebih besar.

"Meski 31 persen parents company (perusahaan induk), kan data historis dari komitmen untuk membantu anaknya (anak perusahaannya) itu sudah terjadi, kalau kita lihat kasus di Korea, sudah cut loss (mengatisipasi kerugian dengan tidak memperpanjang utang). Untuk Indonesia, karena potesinya masih baik akan tetap bagus (masih akan dapat diperpanjang)," katanya.

Ia menambahkan utang LN Swasta yang jatuh tempo terus dipantau agar tidak memberikan tekanan yang dalam kepada nilai tukar rupiah saat ini.

"Kita selalu siap berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar agar tidak bergejolak terlalu dalam," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009