Baghdad (ANTARA News) - Tiga orang tewas dan sedikitnya 15 rang terluka dalam beberapa jam bentrokan antara pasukan keamanan Irak dan penjaga lingkungan Arab Sunni di Baghdad, Sabtu.

Jurubicara keamanan Baghdad Qassim al-Moussawi mengatakan, tembak-menembak dengan para petempur Arab Sunni, yang didukung oleh militer AS untuk memerangi al Qaida, itu meletus setelah pasukan keamanan menangkap pemimpin mereka, Adil al-Mashhadani, dan salah seorang yang dituduh melakukan aksi teror di distrik al-Fadhil di Irak tengah.

"Mereka memiliki surat perintah pengadilan," kata al-Moussawi, yang menambahkan bahwa tujuh tentara Irak terluka dalam bentrokan itu.

Satu sumber rumah sakit setempat seperti dilaporkan Reuters mengatakan, ia telah menerima tiga mayat --dua warga sipil dan satu polisi-- serta merawat delapan warga sipil.

Seorang wartawan Reuters mendengar suara baku-tembak gencar di dekat tempat itu dan melihat penembak jitu militer Irak di atap semua lingkungan tersebut. Ia mengatakan, pasukan Irak telah mengepung tempat itu, tapi jalanan sebagian besar dikuasai oleh petempur Arab Sunni.

Sebagian besar apa yang disebut Dewan Kebangkitan, atau Sahwa dalam bahasa Arab, dipimpin oleh seorang sheikh Arab Sunni dan mencakup bekas gerilyawan.

Mereka dipuji karena secara drastis menghentikan kekerasan setelah mereka beralih pihak pada akhir 2006, dan mengusir al Qaida dari sejumlah bagian Baghdad, provinsi Anbar di Irak barat dan beberapa kota di Irak utara. Namun kecurigaan yang mendalam tetap ada di antara mereka dan pemerintah Irak, yang dipimpin Syiah.

Bagaimana pemerintah menangani penjaga itu saat perang dianggap sebagai uji coba besar rekonsiliasi ketika AS bersiap untuk menarik tentara tempurnya pada 31 Agustus 2010.

"Apa yang terjadi pada Mashhadani hanya balas dendam. Sekarang jelas bagi kita bahwa pemerintah tidak jujur dalam pembicaraan rekonsiliasinya," kata seorang pengawal yang menyaksikan pertempuran itu.

Penjaga itu menolak disebutkan namanya dan mengatakan, "Setelah ini, kami tidak dapat mempercayai siapa pun lagi".

Hanya ada kurang dari 100.000 anggota Dewan Kebangkitan di seluruh negeri itu. Militer AS membayar mereka, tapi tahun lalu pemerintah Irak mulai mengambil-alih program itu.

Pemerintah sendiri akan segera membayar mereka semua, hingga pemerintah menampung 20 persennya ke dalam dinas keamanannya sendiri dan menyediakan pekerjaan sipil untuk sisanya.

Banyak bekas gerilyawan dalam program itu khawatir ditangkap atau dikejar dalam balas dendam sektarian, meskipun ada jaminan oleh PM Nuri al Maliki bahwa hal itu tidak akan terjadi.

Para pejabat AS mengatakan situasi berbahaya dapat timbul jika pemerintah al Maliki gagal menghasilkan rekonsiliasi dengan petempur Arab Sunni itu, meskipun mereka mengatakan Irak mempunyai hak untuk menahan mereka yang dituduh dengan tuduhan berat, seperti pembunuhan atau terorisme. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009