London (ANTARA News/AFP) - Harga minyak turun di bawah 48 dolar AS per barel di London Rabu dimana para pemimpin dunia dari kelompok 20 (G20) mengadakan pertemuan tingkat tinggi bidang ekonomi untuk mencari jalan keluar dari perlambatan ekonomi global yang tajam.

Para pedagang juga sedang menantikan data terakhir dari cadangan minyak AS, yang merupakan negara konsumen energi terbesar dunia diikuti China.

Meluasnya resesi ekonomi dunia telah menghancurkan permintaan energi dan memangkas harga minyak dari rekor tertinggi di atas 147 dolar AS per barel yang terjadi pada bulan Juli tahun lalu.

Pada bagian akhir sesi perdagangan pagi di London Rabu, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Mei turun 1,26 dollar menjadi 47,97 dolar per barel.

Kontrak berjangka utama di New York atas minyak mentah light sweet untuk penyerahan Mei turun 1,44 dollar menjadi 48,22 dollar per barel.

Para pemimpin dunia termasuk Presiden AS Barack Obama akan mengadakan pertemuan di London Kamis dalam pertemuan tingkat tinggi Kelompok 20 (G20) yang terdiri atas negara kaya dan ekonomi berkembang untuk membahas cara-cara membawa ekonomi global dari krisis terburuk sejak tahun 1930.

"Jika kita amati kondisi ekonomi global, kita tidak akan melihat tanda bahwa pasar sudah mulai bangkit," kata Jason Feer, manajer umum untuk kawasan Asia Pacifik perusahaan analis pasar energi Argus Media.

Pada hari Rabu sore, Departemen Energi AS akan mempublikasikan laporan mingguan cadangan minyak AS untuk pekan yang berakhir pada tanggal 27 Maret.

Sejumlah analis yang dimintai pendapatnya oleh Dow Jones Newswires memperkirakan cadangan minyak mentah AS akan bertambah 2,6 juta barrel pada pekan lalu.

Pada pekan sebelumnya, cadangan minyak AS melonjak menjadi 356,6 juta barrel, yang merupakan level tertinggi sejak tahun 1993.

Peningkatan cadangan minyak mentah mengindikasikan penurunan permintaan di negara yang sedang dilanda resesi itu.

Pada hari Selasa lalu Bank Dunia memperkirakan bahwa ekonomi global akan menyusut 1,7 persen pada tahun 2009, menandai penurunan output global yang pertama kali sejak Perang Dunia Kedua.

Prospek itu mencerminkan memburuknya kondisi ekonomi dan finansial yang berlangsung cepat, kata Bank Dunia.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009