Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Pos Indonesia, Hana Suryana, dituntut dua tahun penjara dan denda Rp100 juta terkait dugaan korupsi PT Pos Indonesia yang merugikan keuangan negara sekitar Rp3,5 miliar.

"Terdakwa dituntut dua tahun penjara," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Subekhan, dalam sidang perkara tersebut, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis yang dipimpin hakim Sugeng Riyono.

Rencananya sidang akan dilanjutkan kembali pada Senin (13/4) mendatang.

Dalam dakwaan sebelumnya, Hana Suryana dikenai dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diperbaharui dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kemudian, subsider Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diperbaharui dengan UU Nomor 200 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Di dalam dakwaan, JPU menyatakan terdakwa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Wilayah Usaha Pos IV Jakarta, mempunyai wewenang yang melekat pada fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian strategi dan kebijakan perusahaan di tingkat wilayah dan penanggung jawab seluruh UPT di wilayahnya.

"Akan tetapi terdakwa menyalahgunakan wewenang, jabatan dan kedudukannya itu dengan menerbitkan surat persetujuan pengeluaran biaya komisi atau ia mengetahui terjadinya pengeluaran biaya komisi," kata JPU.

JPU menyebutkan dari 2003 sampai 2005, terdakwa bersama-sama dengan saksi-saksi, Rudi Atas Perbatas, Yosep Taufiq Hidayat, Her Chaerudin, Erinaldi, Muntafik, dan Fahrurrozi (yang penuntutannya dilakukan dalam waktu terpisah), telah menyalahgunakan wewenang atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

JPU menyatakan dengan surat persetujuan terdakwa Hana Suryana, mengetahui adanya pencantuman biaya komisi dari para saksi itu dari Laporan Keuangan Pendapatan dan Biaya.

JPU menyatakan perbuatan terdakwa bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1) Keputusan Menteri BUMN tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance di BUMN dan Pasal 89 UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.

Di dalam UU itu, menyebutkan anggota komisaris, dewan pengawas, direksi, karyawan BUMN dilarang memberikan atau menawarkan atau menerima baik langsung maupun tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada atau dari pelanggan atau seorang pejabat pemerintah yang dapat mempengaruhi tindakannya.

"Bahwa pengeluaran biaya komisi tersebut menambah kekayaan para saksi dan terdakwa sendiri memperoleh manfaat antara lain turut bermain golf pada waktu tidak dapat ditentukan lagi di Bogor dan di Bali," katanya.

JPU mengatakan akibat perbuatan terdakwa itu, berakibat keluarnya uang dari kas PT Pos Indonesia, padahal seharusnya uang itu tidak ke luar hingga merugikan perusahaan tersebut

"Kerugian berdasarkan kumulatif biaya komisi yang telah dikeluarkan oleh para saksi sebesar Rp3.579.816.441," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009