Banda Aceh (ANTARA News) - Sejumlah qanun (peraturan daerah) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dinilai diskriminatif bagi pemenuhan hak-hak warga negara.

"Komnas Perempuan mencatat 154 kebijakan daerah termasuk sejumlah qanun di Aceh diskriminatif," kata Komisioner Komnas Perempuan Ninik Rahayu di Banda Aceh, Sabtu.

Sebanyak 64 dari 154 kebijakan daerah dinilai diskriminatif secara langsung terhadap perempuan, dalam bentuk pembatasan hak berekspresi melalui 21 kebijakan yang mengatur cara berpakaian.

Ada juga 37 kebijakan tentang pemberantasan prostitusi atau larangan khalwat (zina) dalam bentuk pengurangan hak atas perlindungan dan kepastian hukum, karena mengkriminalisasi perempuan.

Selain itu, menurut dia, ditemukan indikasi pengabaian hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan melalui empat kebijakan tentang buruh migran.

Menurut Ninik, ketentuan wajib berjilbab bagi muslim di Aceh juga dianggap sebagai kebijakan yang diskriminatif, karena memaksakan dan menyudutkan perempuan.

Sejumlah qanun syariat Islam di Aceh dianggap mendiskriminasi perempuan terutama dalam praktiknya di lapangan yang selama ini dilakukan petugas penegak syariat (Wilayatul Hisbah/WH).

Kaum perempuan di Aceh dianggap paling banyak melakukan pelanggaran syariat terutama dari cara berpakaian, sehingga WH melakukan tindakan yang kadang-kadang sangat mendiskriminasikan perempuan.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NAD Hamid Zein mengatakan keberadaan qanun berdasarkan penetapan Aceh sebagai daerah dengan syariat Islam, tidak sama persis dengan peraturan daerah.

"Qanun itu setingkat dengan peraturan pemerintah. Jadi, tidak ada yang bisa membatalkan qanun, termasuk presiden, kecuali melalui peninjaun kembali (yudicial review)," kata Hamid Zein.

Oleh karena itu, menurut dia, upaya untuk menghapus kebijakan berupa qanun yang dianggap diskriminasi, tidak bisa dilakukan tanpa melalui mekanisme yudicial review.

Untuk itu, menurut dia perlu diperjelas kewenangan Mahkamah Syariyah sebagai peradilan Islam di Aceh, sehingga pelaku pelanggar syariat tidak diperlakukan sewenang-wenang.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009