Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi Tony A Prasetyantono mengatakan, Indonesia tidak boleh berharap terlalu tinggi terhadap hasil-hasil G20.

"Kita tidak boleh menaruh ekspektasi terlalu tinggi pada hasil G20, karena negara-negara maju juga sedang menghadapi masalah ekonomi masing-masing yang berat," katanya kepada ANTARA, Senin.

Ia menilai, kesepakatan G20 seperti penambahan dana sebesar satu triliun dolar AS untuk IMF yang dipergunakan untuk membantu negara-negara berkembang yang tertekan neraca pembayarannya cukup baik.

Namun hal itu, tidak cukup untuk dijadikan tumpuan utama dalam menghadapi krisis saat ini. "Kita harus bisa mengelola ekonomi kita sebaik mungkin, dan berharap terlalu tinggi kepada G20 justru tidak produktif bagi kita," katanya.

Pertemuan G20 yang berlangsung pada 1-2 April di London, telah menghasilkan serangkaian kesepakatan. Diantaranya meningkatkan kapasitas IMF sebagai lembaga donor dengan menambah dana hingga tiga kali lipat menjadi 750 miliar dolar AS.

Selain itu, pertemuan yang dihadiri oleh para menteri keuangan 20 negara tersebut juga bersepakat agar IMF mengalokasikan dana sebesar 1,1 miliar dolar AS untuk negara miskin guna membangkitkan perekonomian.

G20 itu juga menghasilkan kesepakatan untuk mengatur sektor keuangan seperti persyaratan modal bank, regulasi dunia untuk lindung nilai (hedge funds), negara-negara tempat bebas pajak (tax havens) dan gaji para eksekutif.

Pertemuan G20 juga menyepakati rencana stimulus fiskal senilai lima trilun dolar AS untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dunia hingga akhir tahun.

Pertemuan tersebut sempat terjadi ketegangan, karena Eropa menginginkan agar pengaturan sektor keuangan yang lebih ketat di berlakukan. Sementara AS menginginkan adanya penguatan stimulus fiskal.

Sementara itu, 20 negara yang tergabung dalam G20 adalah Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Republik Rakyat Cina, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Britania Raya, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009