Beijing (ANTARA News) - Penandatanganan naskah ekstradisi Indonesia-China yang belum terlaksana pada 2008, tinggal menunggu waktu yang diharapkan bisa terlaksana pada 2009, kata perwakilan RI di China.

"Tertundanya penandatanganan naskah ekstradisi kedua negara yang diharapkan dilaksanakan 2008 lebih disebabkan dengan waktu antara masing masing menteri luar negeri yang kurang pas," kata Wakil Kepala Perwakilan RI untuk China Mohamad Oemar, di Beijing, Rabu.

Menurut Mohamad Oemar, rancangan perjanjian ekstradisi tersebut sesungguhnya sudah selesai dibahas dan disetujui oleh masing-masing negara, sehingga tinggal ditandatangani oleh para menteri luar negeri.

Secara substansi, katanya, kedua negara juga telah melakukan upaya pro-aktif agar penandatanganan naskah kerjasama itu bisa segera terlaksana, tapi karena kurang pasnya jadwal para menteri luar negeri kedua negara maka hingga kini belum bisa dilakukan.

Dalam kunjungan Presiden Yudhoyono Oktober 2008 ke Beijing ketika menghadiri KTT Asia-Eropa (ASEM), rencananya juga akan ditandatangani naskah ekstradisi tapi karena waktunya yang kurang pas maka tertunda kembali.

Oemar mengatakan, naskah ekstradisi kedua negara itu memang memiliki nilai penting dan strategis bagi Indonesia dan China, sehingga kedua negara memiliki perangkat hukum bagi kepentingan nasional kedua negara.

 "Sekal lagi penundaan naskah ekstradisi kedua negara lebih disebabkan oleh kurang pasnya waktu pelaksanaan oleh kedua menteri luar negeri, bukan disebabkan oleh faktor lainnya. Rancangannya sudah siap sejak lama," katanya menegaskan.

Dia mengatakan, satu lagi naskah kerjasama yang belum bisa terlaksana dari rencana pada 2008 adalah Rencana Aksi Kerjasama Strategis yang sampai kini juga tertunda karena masalah kecocokan waktu para petinggi kedua negara.

Rancangan rencana aksi yang disampaikan oleh Indonesia telah mendapat tanggapan dari pemerintah China sehingga sudah siap untuk ditandatangani oleh pejabat setingkat Wakil PM China dengan Menkopolhukam.

Dalam kunjungan resmi Wakil PM Li Keqiang ke Indonesia tanggal tanggal 20-23 Desember 2008, kata Oemar, rencana aksi tersebut juga belum bisa ditandatangani mengingat singkatnya waktu kunjungan di samping fokus kunjungannya adalah untuk kerjasama energi dan ekonomi.

Oemar mengatakan sekalipun Rencana Aksi Kerjasama Strategis kedua negara sampai kini belum bisa ditandatangani tapi kerjasama di berbagai bidang tetap berjalan positif dan sesuai dengan yang direncanakan.

"Paling menonjol adalah hubungan perdagangan kedua negara yang belakangan menunjukkan kecenderungan meningkat yang sudah bisa mencapai 28 miliar dolar AS," katanya.

Selain itu juga kunjungan pejabat tinggi dua arah telah berjalan dengan baik, antara lain ketika Presiden Yudhoyono bertemu dengan Presiden Hu Jintao pada Oktober 2008 dan kunjungan Wakil PM Li Keqiang ke Indonesia pada Desember 2008.  (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009