Jakarta (ANTARA News) - Terpidana kasus korupsi Asabri jilid I, Henry Leo, dieksekusi dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tangerang, Banten, Senin.

Eksekusi dilakukan sekitar pukul 16.00 WIB, dengan menggunakan kendaraan tahanan setelah putusan kasasinya di Mahkamah Agung (MA) menjeratnya dengan enam tahun penjara.

"Saya akan tetap melakukan perlawanan, karena dana itu (Tan Kian) merupakan uang prajurit TNI," kata Hendy Leo yang berpakaian batik saat menaiki kendaraan tahanan tersebut.

Sementara itu, satu terpidana lagi kasus Asabri Jilid II yang juga mantan Dirut PT Asabri, Subarda Midjaja, menolak untuk dieksekusi ke LP Cipinang.

"Subarda menolak dipindahkan ke LP Cipinang, alasan dia minta ke LP Bandung. Penolakan itu nanti dibuat dalam berita acara penolakan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU, Zahirida.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, menyatakan, soal permintaan Subarda Midjaja untuk dieksekusi ke LP di Bandung, itu merupakan urusan Dirjen Pemasyarakatan.

"Tetapi yang jelas dalam putusannya ditetapkan di LP Cipinang, jadi harus dimasukkan ke LP Cipinang. Kalau Hendry Leo ke LP Tangerang," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi mantan Dirut PT Asabri, Subarda Midjaja, dan Henry Leo, pengusaha properti, terkait kasus dana Asabri Rp410 miliar.

Putusan untuk Subarda Midjaja kembali pada putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dengan vonis empat tahun dan Henry Leo kembali pada putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.

Kasasi Henry Leo sendiri diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kuasa hukum Subarda Midjaja, Anindyo Darmanto, di Jakarta, Jumat, membenarkan kasasi Subarda Midjaja ditolak dan hukumannya mengacu pada putusan PT Jakarta.

"Putusannya Subarda Midjaja tetap dihukum selama empat tahun, putusan itu sudah ke luar sejak sebulan lalu," katanya.

Kasus dana Asabri ini berawal ketika Henry Leo, seorang pengusaha properti meminjam uang dari Badan Pengelola Kesejahteraan Rumah Prajurit (BPKRP) senilai Rp410 miliar pada 1996 silam, yang diduga digunakan bersama Subardja, namun pinjaman ini tanpa sepengetahuan Komisaris Asabri.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009