Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus tegas menyikapi peredaran abon dan dendeng babi dalam kemasan yang ditulisnya sebagai daging sapi dengan memberikan sanksi kepada pihak yang memproduksi barang tersebut.

"Kasus itu merugikan masyarakat pada umumnya dan umat muslim pada khususnya, karena itu kasus tersebut harus disikapi pemerintah secara tegas dengan memberikan sanksi kepada produsen," kata pakar gizi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ana Medawati MKes di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia pada diskusi kontoversi merek "abon sapi" haram, pemerintah harus lebih tegas untuk menyelesaikan semua kasus peredaran makanan yang dikonsumsi masyarakat karena telah terjadi berulang kali.

"Kasus itu perlu diselesaikan dengan pemberian sanksi kepada produsen sehingga tidak akan mengulangi perbuatannya yang merugikan masyarakat sebagai konsumen," katanya.

Ia mencontohkan, saat kasus susu bermelamin di China terungkap, pemilik pabrik hingga menteri kesehatannya diadili dan dijatuhi hukuman penjara.

Selain sanksi yang tegas, juga diperlukan aturan mengenai standardisasi kemasan dan isi, saat pengepakan kemasan perlu dicantumkan nilai gizi dan kandungan di dalam makanan tersebut.

"Lebih baik lagi ada bukti uji laboratorium terhadap produk makanan tersebut, sehingga masyarakat tidak khawatir tentang makanan yang dikonsumsi," kata dosen Fakultas Kedokteran UMY itu.

Ia mengatakan, bagi umat muslim yang masih ragu-ragu terhadap produk makanan itu sebaiknya tidak memakan abon dulu. Sebagai pengganti abon dapat mengkonsumsi makanan bersayur, karena juga mengandung serat yang cukup tinggi.

"Dendeng dan abon dalam kemasan memang banyak kandungannya dan tahan lama, berbeda dengan daging biasa yang cara memasaknya digoreng atau dibakar," kata Kepala Biro Medis UMY itu.

Menurut dia, dendeng berasal dari daging sapi yang mengandung asam amino dan protein tinggi, serta mineral yang di dalamnya ada kalsium, fosfor, zinc dan zat besi, dan vitamin B kompleks (tiamin, miasin,

dan reboflase). Dendeng memiliki kolesterol yang rendah dibandingkan dengan kuning telur dan jeroan.

"Selain itu daging juga memiliki omega dan DHA yang besar, tetapi manusia mengkonsumsi

daging secara normal hanya 300-500 gram per pekan. Memang tidak baik untuk manusia yang mengkonsumsi daging setiap hari, karena dapat menyebabkan kolesterol dan kanker," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009