Jakarta (ANTARA News) - Indonesia berpeluang mengontrol Dana Moneter Internasional (IMF) seiring dengan perubahan fundamental yang dilakukan negara-negara anggotanya yang tergabung dalam G20 terhadap organisasi kreditor internasional itu. "Kalau ada penentangan penentangan lagi, termasuk dari LM di Indonesia, saya kira itu sudah tidak relevan lagi," kata analisis ekonomi Christianto Wibisono dalam "Journalist Meeting" bertema "Pemilu 2009 Hasilkan Pemerintahan untuk Rakyat" di Jakarta, Kamis. Diskusi yang dipandu Editor Senior Kantor Berita ANTARA Bahrul Alam juga menghadirkan pembicara pengamat ekonomi yang mantan Sekjen PAN Faisal Basri dan Wakil Sekjen DPP PAN Sayuti Asyatri. Chris mengemukakan, krisis global telah menyadarkan berbagai negara untuk merestrukturisasi IMF dan Bank Dunia. Krisis global ditandai dengan kemerosotan ekonomi AS dan kebangkitan ekonomi Asia. Pergeseran ini menandai runtuhnya ekonomi liberal yang sudah dijalankan sejak ratusan tahun lalu. Semula kekuatan ekonomi dikuasai Spanyol, kemudian Inggris Raya, selanjutnya Belanda melalui VOC dan selama 100 tahun terakhir dikuasai AS. Dengan pergeseran itu, kata Chris, negara-begara yang dilanda dampak krisis ekonomi global untuk tidak takut kepada IMF,  negara-negara juga jangan lagi mau didekte oleh IMF. Bahkan jika Indonesia ingin meminjam dana, jangan takut untuk melakukan negoisasi secara maksimal, kalau perlu pinjamannya pun bisa lebih besar. Dia mengungkapkan, selama beberapa tahun IMF melakukan "malpraktik". Ibaratnya, dokter yang memberi resep salah kepada pasiennya. IMF juga sering dianggap melakukan penyimpangan karena pinjamannya sering dikaitkan dengan kepentingan-kepentingan AS. "Tetapi G20 sudah sepakat memperbaiki IMF dan sebagai anggota G20, Indoensia bisa mengontrol IMF," katanya. Bukan hanya itu, kalau mau Indonesia juga bisa mempersoalkan utang yang diberikan ketika krisis tahun 1998 karena IMF saat itu melakukan "malpraktik". Setelah dilakukan perombakan fundamental terhadap IMF, kata Chris, saat ini sudah banyak negara yang mengantri utang dari IMF. Meksiko merupakan negara yang pertama memperoleh pinjaman sebesar 40 miliar dolar AS dan Polandia sebesar 20 miliar dolar AS. Negara lain yang sudah meminta pinjaman IMF adalah Brazil, Korea Selatan dan Singapura. Namun chris mengingatkan agar pemerintah RI memperkuat tim lobi untuk bia mengatasi persoalannya yang membutuhkan bantuan negara lain. Selama ini, diplomasi RI belum maksimal dan tim lobi belum berperan secara baik. Sedangkan Faisal Basri mengemukakan, memang IMF sudah mulai berubah, tetapi masih memungkinkan campur tangan dari AS. Hal ini karena status IMF yang mengharuskan kebijakan-kebijakannya terlebih dahulu disetujui AS. Tetapi sebaiknya pemerntah tidak mudah menambah utang karena utang Indonesia sudah sangat besar dan sangat membebani APBN. "Kita negara yang banyak sekali utangnya, sementara penampilan pejabat sepertinya `wah` sekali. Kita boros sekali, bahkan terboros di dunia," katanya. Dia mengatakan, ketidakberdayaan bangsa ini mengelola potensi yang ada menyebabkan minat asing untuk datang melakukan invetasi besar. "Tidak ada satupun sektor yang tidak dikuasai asing. Asing sudah menguasai saham perbankan swasta dan pasar saham," katanya. Dia juga mengatakan, Indonesia amsih mengagungkan ekonmi liberal, padahal negara lain sudah mengoreksi, termasuk di AS. "Kita melanjutkan sistem ekonomi liberal yang sudah nyata-nyata gagal, tak ada lagi negara yang menjalin kerjasama perdagangan bebas di saat krisis global, kecuali Indonesia," katanya. Karena itu, sebaiknya pemerintah mengoreksi kebijakan ekonominya dan mengubah orentasi perekonomian liberal dan mulai berpaling kepada kekuatan sendiri.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009