(ANTARA News) - Satu studi mengenai lapisan es Greenland mengungkapkan, sangat banyak simpanan metan, gas yang mudah terbakar, yang menghangatkan planet ini tampaknya lebih stabil daripada perkiraan, sehingga meredakan kekhawatiran tentang cepatnya kenaikan temperatur, kata seorang ilmuwan Jumat (24/4).

Metan 25 kali lebih kuat dalam memerangkap panas di atmosfir dibandingkan dengan karbon dioksida (C02) dan sangat banyak zat itu terperangkap di "permafrost" di belahan Bumi utara jauh atau di dalam endapan dasar laut yang disebut "clathrate".

Beberapa ilmuwan sebelumnya khawatir bahwa perubahan iklim dapat memicu keluarnya metan dalam jumlah besar dari "bendungan clathrate", sehingga membuat pemanasan global tak terkendali.

Sebanyak 5.000 miliar ton karbon terkunci di dalam endapat itu, kata Vasilii Petrenko dari Institute of Arctic and Alpine Research di University of Colorado.

"Itu kurang lebih sama dengan semua cadangan minyak, batu bara dan gas yang kami kira kita miliki," kata Petrenko kepada koresponden Reuters David Fogarty dari Boulder, Colorado.

Petrenko dan satu tim ilmuwan internasional menghabiskan waktu enam tahun dalam mempelajari contoh udara dari wilayah luas es Greenland guna melihat apakah kenaikan cepat temperatur sekitar 12.000 tahun lalu dipicu oleh metan dari "clathrate" atau sumber lain.

Hasilnya memperlihatkan gas metan tersebut sangat mungkin berasal dari tanah basah dan bukan dari "clathrate", endapan yang menyerupai es dan disimpan di satu tempat di dasar samudra oleh tenakan tinggi dan temperatur yang relatif rendah.

Petrenko mengatakan, temperatur di Greenland 12.000 tahun lalu telah naik sekitar 10 derajat celsius dalam 20 tahun. Namun diperlukan waktu 150 tahun bagi tingkat metan di atmosfir untuk naik sebesar 50 persen.

Pemanasan cepat membuat keluarnya metan, katanya, dan sumber yang paling mungkin ialah tanah basah tropis dan daerah luas tanah basah utara yang tercipta setelah berkurangnya lapisan es dalam jumlah besar sekitar 18.000 tahun lalu.

Beberapa studi sebelumnya mengenai contoh inti es dari Greenland dan Antartika memperlihatkan peningkatan kadar metan sekitar 11.500 tahun lalu berasal dari tanah basah utara dan tropis.

Tetapi Petrenko dan timnya ingin mendapatkan keyakinan mengenai sumber tersebut, terutama sejak keluarnya metan dalam jumlah besar dari endapan "clathrate" diduga telah membuat temperatur naik sekitar 56 juta tahun lalu, ketika planet ini jauh lebih hangat dibandingkan dengan hari ini.

Timnya mengukur jumlah isotop yang disebut karbon-14 (C14) dalam jumlah kecil metan yang disadap dari gelembung udara yang terperangkap di dalam es Greenland sekitar 12.000 tahun lalu.

C14 merosot ke angka yang diketahui, sehingga para ilmuwan tersebut dapat memanfaatkannya guna memastikan usia es itu dan juga sumber metan yang mungkin.

Metan dari tanah basah memiliki "tanda tangan" C14 yang berbeda dibandingkan dengan metan dari endapan "clathrate".

"Proyek tersebut melibatkan pendorongan teknik analisis ke tingkat yang tak pernah dilakukan oleh siapa pun sebelumnya," kata Petrenko.

Hanya sekitar per satu triliun metan dari gelembung udara yang berisi isotop karbon-14. Analisis itu dilakukan di "Australian Nuclear Science and Technology Organisation".

"Hasilnya tentu saja membantu kami mengatakan bahwa kelihatannya metan `clathrate` tak bereaksi atas pemanasan dengan mengeluarkan sangat banyak metan ke dalam atmosfir, yang merupakan berita baik bagi pemanasan global," katanya.

Namun yang menjadi pusat perhatian dalam kisah tersebut ialah catatan inti es yang memperlihatkan tingkat metan naik saat planet ini bertambah hangat.

"Kita bertambah hangat sekarang dan kami mengetahui bahwa ada bukti tanah basah utara menjadi lebih produktif. Jika bukan `clathrate`, tanah basah mungkin masih menaikkan tingkat metan," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009