Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) belum menerima permintaan izin atau mengeluarkan izin apapun terkait dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang rencananya mulai dibangun pada 2010 dan beroperasi tahun 2016 di Semenanjung Muria, Jepara.

"Belum ada izin apapun yang diajukan kepada kami terkait rencana pembangunan PLTN Muria," kata Kepala Bapeten Dr As Natio Lasman di sela sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) baru soal nuklir di Jakarta, Kamis.

Dari segi perencanaan nasionalnya yaitu melalui Perpres no 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, ujar dia, soal PLTN sudah dirancang.

Dasar dari pembangunan PLTN juga ada dalam UU no 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang menyebutkan, bahwa Indonesia akan memiliki PLTN pada 2015 -2019 dengan mempertimbangkan keselamatan.

UU tersebut menyebutkan PLTN menjadi energi alternatif yang harus dibangun untuk mencukupi kebutuhan energi nasional di masa datang.

Namun demikian, menurut dia, saat ini isu soal PLTN dalam kondisi cooling down. Hal ini bisa jadi untuk memberi kesempatan terselenggaranya kegiatan Pemilu dan Pilpres 2009, namun ia mengaku belum tahu apakah pembangunan PLTN Muria mungkin diteruskan, ditunda atau dibatalkan.

Ia juga mengingatkan, UU no 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran sudah membagi dua kelembagaan yang melaksanakan pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir, yakni reaktor nuklir non-komersial seperti reaktor nuklir riset yang dibangun dan dioperasikan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).

"Dan yang berikutnya, reaktor komersial seperti PLTN yang dibangun dan dioperasikan oleh BUMN, swasta atau koperasi. Batan di sini hanya sebagai pihak periset mengenai pemilihan tapak PLTN, konsultasi pembangunannya serta membuat pedoman pengoperasiannya, sedangkan Bapeten sudah menyiapkan aturan, perizinan dan pengawasannya. Bisa diimplementasikan kapan saja," katanya.

As Natio juga mengingatkan, bahwa kecelakaan yang terjadi pada reaktor nuklir Chernobyl di Uni Sovyet pada 1986 akibat penyalahgunaan izin.

"Reaktor Chernobyl seharusnya merupakan PLTN, tetapi dilakukan eksperimen terhadap reaktor itu dengan menurunkan derajatnya dari sejuta kW menjadi 200 kW, namun ternyata `kebablasan`. Yang bereksperimen juga bukan orang teknologi reaktor tetapi orang teknologi listrik, maka terjadilah kecelakaan itu," katanya.

Menurut dia, pada masa kini konsep keselamatan nuklir sudah semakin diperketat, di mana nol koma sekian gram sumber radioaktif yang hilang sekalipun harus dicari sampai ketemu. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009