Jakarta (ANTARA News) - Setelah perang tarif telekomunikasi berlangsung dalam satu tahun terakhir, operator saat ini dibayangi rugi selisih kurs akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Perang tarif sudah berlalu, namun saat ini kinerja keuangan operator dibayangi rugi kurs. Hingga triwulan I tahun ini rugi kurs masih ada," kata Direktur Utama PT Telkom, Rinaldi Firmansyah, di Jakarta, Jumat.

Rinaldi menjelaskan, pada tahun 2008 hampir seluruh operator mengalami pertumbuhan pendapatan dipicu penurunan tarif interkoneksi yang mendorong operator melakukan perang tarif.

"Selama tahun lalu seluruh operator mengalami penurunan pendapatan. Bahkan ada (operator) lain yang rugi," katanya tanpa merinci perusahaan rugi yang dimaksud.

Akan tetapi diutarakannya, memasuki akhir tahun lalu dan hingga kuartal I 2009 ini operator masih mencatat rugi kurs.

Menjelang tutup Februari lalu dua operator telekomunikasi mengumumkan kinerjanya selama 2008. Kedua operator itu adalah PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) dan PT Indosat Tbk (Indosat).

Menurut catatan, PT Indosat Tbk pada tahun buku 2008 mencatat selisih kurs sebesar Rp886 miliar, meskipun perusahaan itu telah melakukan `heding` (lindung nilai) sebesar 52 persen dari total obligasi dan hutang dalam bentuk dollar AS.

Sementara itu PT Excelcominto Pratama (XL) juga mengalami rugi sebesar Rp15 miliar akibat dampak penurunan tarif dan biaya-baiaya serta perkembangan nilai tukar yang kurang menguntungkan.

Dampak penurunan tarif juga dirasakan Telkom, tercermin dari laba bersih tahun 2008 (un-audited) sebesar Rp10,30 triliun, tergerus dari tahun sebelumnya Rp12,86 triliun.

"Selama tahun 2008 Telkom menderita rugi selisih kurs sekitar Rp1 triliun, dan bahkan berlanjut pada kuartal I 2009 ini," kata Rinaldi Firmansyah.

Akan tetapi ditegaskannya, meskipun Telkom mengalami rugi kurs, tetapi dibanding operator lain kinerja keuangannya masih lebih bagus.

Ia juga menambahkan, dampak penurunan tarif tidak lagi berpengaruh besar terhadap pendapatan namun lebih pada fluktuasi mata uang.

"Untuk kuartal II dan seterusnya diharapkan rupiah bisa menguat," katanya.

Melihat fenomena penurunan tarif dan selisih kurs tersebut, Ketua Komite Tetap Bidang Telekomunikasi Kadin Indonesia, Johnny Swandi Sjam mengatakan, operator telekomunikasi harus cepat melakukan transformasi bisnis demi menghadapi persaingan.

"Operator telekomunikasi harus melakukan transformasi dengan tidak hanya mengandalkan jasa komunikasi suara (voice) tetapi juga harus mengembangkan layanan "non voice", kata Jhonny, yang juga Dirut PT Indosat ini.

Ia menjelaskan, saat ini operator dihadapkan pada tingginya biaya investasi yang terkadang mengakibatkan penurunan kemampuan menciptakan laba usaha.

"Jika operator hanya mengandalkan pendapatan dari layanan suara bukan tidak mungkin perusahaan tersebut tidak akan bertahan lama bahkan dengan sendirinya gulung tikar," tambahya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009