London (ANTARA News) - Indonesia dan Rusia untuk pertama kali mendiskusikan tentang kebebasan pers yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional, meskipun memiliki latar belakang yang relatif berbeda, para kuli tinta dari kedua belah pihak mencoba mengemukakan dalam perspektif masing-masing.

Inilah salah satu tema yang mengemuka dalam Indonesia-Russia Interfaith Dialogue yang dibuka Senin di Wisma Duta Moskow, ujar Koordinator Substansi Interfaith M Aji Surya kepada koresponden ANTARA London, Minggu.

Dikatakannya wartawan senior dari Tempo, Kompas, Republika dan Sinar Harapan mewakili kalangan media Indonesia. Sedangkan dari Rusia hadir wakil dari asosiasi berita Ria Novosty, Itartas, Dewan Mufti Rusia dan lainnya.

Sementara itu Koordinator Pelaksana kegiatan Intefiath Berlian Napitupulu, mengatakan isu seksi ini perlu mengemuka karena peran media yang sangat besar dalam mengembangkan kehidupan bermasyarakat dimanapun juga.

Membesarkan media dengan cara yang tidak pas pada akhirnya dapat merugikan pembangunan yang menjadi dambaan rakyat, ujarnya.

Indonesia dan Rusia merupakan negara dengan penduduk lebih dari 150 juta jiwa dan memiliki tingkat multi etnis dan agama yang kompleks.

Karenanya, pengembangan masyarakat melalui peran media massa terus berkembang dari waktu ke waktu.

Sama seperti Indonesia yang baru mengenyam demokrasi luas pada awal tahun 1990-an, kini di keduanya tumbuh ratusan usaha media masa baik cetak maupun elektronik.

Dubes RI untuk Rusia dan Belarusia, Hamid Awaludin menggarisbawahi diskusi khusus tentang kebebasan pers tidak hanya menjadi domein kalangan pemerintah, tetapi juga insan pers dan masyarakat secara umum.

"Di Amerika sendiri , setelah munculnya kebebasan pers kemudian berkembang teori baru mengenai pers yang bertanggungjawab," ujarnya.

Diakui, bahwa garis pembatas antara kebebasan pers dan pers yang bertanggungjawab menjadi sangat tipis dan multiinterpretable.

Setiap negara dan masyarakat memiliki pemahaman yang berbeda meski esesinya tidak jauh berbeda. Demikian pula yang terjadi dalam perkembangan pers di Indonesia dan Rusia.

Melalui dialog langsung dan terbuka, maka dua masyarakat pers Indonesia dan Rusia dapat mengartikulasikan aneka perspektif yang mereka miliki.

Sementara itu para tokoh di bidang lain seperti Prof. Dr. Frans Magnis Suseno dan Prof. Dr. Azzumardi Azra akan mencermati dan terjun dalam pembahasan.

Meskipun mungkin tidak banyak titik temu, dialog akan memberikan bekal yang baik bagi masa depan pengembangan pers di kedua belah pihak, sebab seperti kata orang Jerman: Masa depan hanya (bisa) dibangun melalui komunikasi.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009