Surabaya (ANTARA News) - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyayangkan tak adanya bantuan Tim Search And Rescue (SAR) saat Kapal Motor (KM) Mandiri Nusantara terbakar di Perairan Karamian, Jawa Timur.

"Bukankah jarak lokasi kecelakaan dari Surabaya tidak terlalu jauh ?. Paling hanya 15 menit menggunakan helikopter dari Juanda," kata anggota KNKT, Bambang Harjo S, di Surabaya, Selasa.

Menurut dia, Badan SAR Nasional memiliki dua unit pesawat helikopter yang disiagakan di Bandara Juanda. Seharusnya Administrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak bisa meminta bantuan Tim SAR.

Ia menilai, penanganan para korban KM Mandiri Nusantara tidak sesuai harapan. Padahal beberapa waktu sebelumnya, beberapa elemen sudah mendemonstrasikan penanganan kapal terbakar di depan presiden saat melakukan kunjungan kerja ke Gresik.

"Tapi saat terjadi kecelakaan beneran, mana semuanya itu?," kata Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai dan Penyeberangan (Gapasdap) Jatim itu.

Kecelakaan tersebut terjadi beberapa saat setelah Menteri Perhubungan Jusman Syafi`i Djamal menyaksikan simulasi pengamanan Pelabuhan Tanjung Perak berstandard internasional (ISPS-Code).

KM Mandiri Nusantara jurusan Surabaya-Balikpapan terbakar di Perairan Karamian atau sekitar 180 mil laut di sebelah timur laut Surabaya, Sabtu (30/5) lalu.

Sebanyak 287 penumpang (sesuai manifes) dan 24 anak buah kapal (ABK) selamat setelah terjun ke laut dan dievakuasi oleh kapal kargo Timur Galaxi ke Surabaya, Minggu (31/5) malam. Namun, lima ABK KM Mandiri Nusantara hilang, diduga terjebak di dalam mesin saat kapal itu terbakar.

Menurut Bambang, KNKT mulai melakukan penyelidikan terhadap bangkai kapal yang kini dikandaskan di Pelabuhan Masalima, Masalembo, Kabupaten Sumenep, Selasa.

Selain tim SAR, lanjut dia, "Coast Guard" Pelabuhan Tanjung Perak seharusnya bisa turun membantu pemadaman api serta penyelamatan penumpang dan ABK.

Ia menyebutkan, SAR dan "Coast Guard" merupakan unsur penunjang keselamatan transportasi laut yang seluruh biaya operasionalnya ditanggung oleh pemerintah.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009