(ANTARA News) - "Tinggalkan uang, tinggalkan keterkenalan, tinggalkan ilmu pengetahuan, dan tinggalkan bumi itu sendiri beserta segenap muatannya, itu lebih baik daripada kita melakukan tindakan tak bermoral".

Kalimat Thomas Jeferson itu mengingatkan kita akan masalah moralitas bangsa. Setiap hari begitu banyak kasus kejahatan di masyarakat yang diekspos ke media masa dari mulai kasus korupsi, penipuan, pembalakan hutan, pemalsuan obat, dan lain sebagainya.

Berita dan informasi kriminal seolah menjadi menu harian kita. Mungkin kita merasa bahwa kehidupan sehari-hari semakin sesak oleh hal-hal keji dan tidak berperikemanusiaan.

Bagaimana sebenarnya potret moralitas bangsa Indonesia? Ada beberapa indikator yang digunakan untuk melihat kualitas moral kehidupan suatu bangsa.

Menurut Thomas Lickona (1992) terdapat sepuluh tanda dari perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa yaitu: meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, ketidakjujuran yang membudaya, semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orangtua, guru, dan figur pemimpin, pengaruh "peer group" (kelompok sebaya) terhadap tindakan kekerasan, meningkatnya kecurigaan dan kebencian, penggunaan bahasa yang memburuk, penurunan etos kerja, menurunnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara, meningginya perilaku merusak diri dan semakin kaburnya pedoman moral.

Apa yang disampaikan oleh Lickona tentang ciri penurunan moral yang berpotensi menghancurkan bangsa tergambar melalui wajah media di Tanah Air. Lalu bagaimana agar bangsa ini mampu bertahan bahkan menjadi maju dan berkembang?

Ada tiga musuh bangsa yang harus berpotensi menghancurkan bangsa yaitu kemiskinan, kebodohan, dan kebobrokan moral.

Ketiga musuh tersebut harus secara simultan dan serius diperangi. Kemiskinan dapat diberantas dengan pembangunan ekonomi agar kesejahteraan dicapai oleh rakyat secara luas.

Kekayaan alam Indonsesia sangat potensial untuk dikelola dan dimanfaatkan agar tak ada lagi rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kebodohan diperangi dengan program pendidikan bagi semua kalangan baik secara formal maupun informal.

Kebobrokan moral harus diberantas agar individu-individu terhindar dari perilaku yang merugikan diri, orang lain, dan masyarakat.

Moralitas berkaitan dengan aktivitas manusia yang dipandang baik atau tindakan yang benar, adil, dan wajar. Karena itu masyarakat atau bangsa yang bermoral akan senantiasa menjunjung tinggi dan mengutamakan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, kasih sayang, kerjasama, dan keadilan.

Pemerintah telah membuat berbagai program dan rencana untuk membuat bangsa ini pulih dari krisis. Berbagai strategi dan pendekatan untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak dilakukan.

Hal tersebut bahkan menjadi agenda utama. Demikian juga upaya untuk meningkatkan tarap pendidikan banyak program yang disusun.

Wajib belajar adalah salah satu upaya untuk membuat bangsa ini terbebas dari belenggu kebodohan.

Namun satu komponen musuh bangsa yaitu "kebobrokan moral" tampaknya sering terlupakan, termasuk oleh pada calon pemimpin bangsa yang saat ini tengah mengampanyekan program dan rencananya.

Untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan suatu bangsa dibutuhkan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya baik di luar maupun di perut bumi, di daratan dan di lautan.

Namun sumber daya alam saja tidak cukup. Hutan di Indonesia terkenal sangat luas dan kaya keragamannya. Namun pembalakan hutan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab membuat hutan rusak dan tidak termanfaatkan untuk kesejahteraan bersama.

Demikian juga dengan korupsi yang menggerogoti berbagai instansi dan perusahaan pada akhirnya akan menghancurkan sendi kehidupan bangsa.

Dengan demikian pembangunan ekonomi saja tidak cukup membuat bangsa ini maju jika tidak diiringin dengan pembangunan moral.

Sebagaimana yang disampaikan Lickona, upaya untuk terhindar dari kehancuran ditentukan oleh kualitas moralnya.Membangun moralitas bangsa adalah tanggung jawab seluruh komponen bangsa.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan apresiasi yang tinggi pada Kantor Berita ANTARA yang berkomitmen untuk mengangkat berita dan informasi yang tidak saja mencerdaskan aspek intelektual, namun juga emosi dan spiritual.

Jika hal itu terus dilakukan secara konsisten, niscaya hal itu akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas moral bangsa.

*Penulis adalah pendiri pelatihan ESQ

Oleh Ary Ginanjar Agustian*
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009