Fernando de Noronha, Brazil (ANTARA News/Reuters) - Setelah mengitari areal seluas 55 mil (90 km) di Samudera Atlantik, Kamis WIB, tim pencari yang terbang di atas samudera itu menemukan puing-puing jet Air France yang jatuh awal pekan ini sehingga menguatkan asumsi pesawat meledak di udara.

Menteri Pertahanan Brazil Nelson Jobim menyatakan, keberadaan apungan bahan bakar dalam jumlah besar tidak menunjukan telah terjadi ledakan, namun klaim ini menepis spekulasi adanya serangan bom terhadap pesawat itu.

"Keberadaan ceceran minyak (avtur) mengesampingkan kemungkinan adanya kebakaran atau ledakan. Jika kita melihat ceceran minyak, maka itu berarti pesawat tidak terbakar," kata Nelson dalam satu jumpa pers di Brasilia.

Para pakar menyatakan guncangan atau pengurangan tekanan udara secara ekstrem selama badai kemungkinan menyebabkan Airbus A330 yang tinggal landas dari Rio de Janeiro menuju Paris Minggu malam, jatuh menghujam samudera lengkap dengan 228 orang yang menumpanginya.

Dua kapal perang AL Brazil sampai di tempat pesawat terjatuh, sekitar 1.100 km timur laut pantai Brazil, namun belum menemukan secuil pun puing pesawat sampai malam tiba.

Para pejabat pemerintah Prancis menyatakan mereka mungkin tak akan pernah menemukan alasan mengapa pesawat itu jatuh karena data dan rekaman suara penerbangan (kotak hitam) kemungkinan hilang di dasar samudera.

Para pilot Angkatan Udara Brazil yang menyusuri wilayah tempat jatuhnya pesawat sendiri telah melaporkan tidak menemukan tanda-tanda ada korban selamat, sementara para pejabat militer mengakui adalah sangat sulit menemukan potongan-potongan tubuh para korban.

"Begitu tubuh-tubuh itu tenggelam, anda menghadapi masalah di sepanjang pantai (negara bagian) Pernambucco yang sudah kita ketahui seperti apa," kata Jobim merujuk keberadaan ikan hiu yang memenuhi wilayah itu. Dia menambahkan, tubuh manusia memerlukan beberapa hari untuk bisa mengambang di permukaan.

Jejak terbaru dari pesawat jatuh itu termasuk tumpahan bahan bakar sepanjang 20 km dan beberapa obyek yang menyebar di area seluas 5 km persegi, termasuk objek logam berdiameter 7 meter.

Pesawat maskapai Air France itu tidak mengirimkan isyarat bahaya sebelum jatuh, hanya pesan otomatis yang menunjukkan kesalahan-kesalahan elektronik dan kehilangan keseimbangan segera setelah memasuki badai cuaca.

Total

"Saya jadi berpikir guncangan sangat hebat telah menyebabkan kerusakan struktural pada pesawat itu. Jatuhnya pesawat terlokasir tetapi kehancurannya total," kata Jose Carlos Pereira, mantan kepala otoritas bandara Brazil, Infrero.

Publikasi-publikasi penerbangan komersial memokuskan peringatan yang dikeluarkan beberapa bulan terakhir dari berbagai otoritas di AS dan Eropa mengenai sistem elektronik pada Airbus A330s dan A340s yang mungkin bisa menjelaskan mengapa pesawat jatuh menukik tajam.

Penunjuk yang menutupi ADIRUS (Air Data Inertial Reference Units) menjadi sumber informasi penting bagi kokpit dalam menerbangkan pesawat.

Ditengah sulitnya para pejabat menjelaskan bagaimana sebuah pesawat modern bisa jatuh gara-gara badai cuaca yang biasa terjadi di sepanjang rute transatlantik, ada spekulasi yang menyebutkan bom adalah penyebab peristiwa kecelakaan terburuk yang dialami Air France dalam 75 tahun sejarah maskapai ini.

Hari Rabu lalu maskapai Prancis ini menyatakan menerima ancaman telepon dari orang tak dikenal bahwa sebuah bom berada dalam satu penerbangan yang meninggalkan Buenos Aires 27 Mei lalu, empat hari sebelum kecelakaan terjadi.

Juru bicara maskapai ini menyatakan, pesawat telah dicek dan tidak ditemukan adanya bom sehingga pesawat terpaksa terlambat terbang sekitar satu setengah jam. Dia menyebut peringatan-peringatan itu sudah biasa diterima Air France.

Prancis telah memberangkakan satu kapal selam mini yang bisa menjelajah di kedalaman 6.000 meter dan akan mencoba menemukan data penerbangan dan rekaman penerbangan (kotak hitam) yang kemungkinan tertimbun reruntuhan pesawat.

Perekam suara ini dirancang bisa mengirimkan sinyal sampai 30 hari setelah menghajar permukaan air, namun tidak ada jaminan bahwa peralatan ini tidak rusak oleh air laut, kata Paul Louis Arslanian, kepala badan penyelidikan kecelakaan udara Prancis.

Menghadapi dasar samudera yang berelung dan berkedalaman di atas 3 km, penemuan kotak hitam itu akan sangat sulit dilakukan.

"Saya tidak terlalu optimistis. Kami tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa kami tidak akan menemukan rekaman penerbangan itu," kata Arslanian.

Brazil akan mengumpulkan puing-puing pesawat di Fernando de Noronha, rangkaian kepulauan vulkanik yang penduduknya terpencar dan dipagari cagar alam di sepanjang timur laut pantainya.

Brazil telah mengerahkan 11 pesawat tempur, empat kapal perang dilengkapi penyelam dan sebuah tanker, untuk operasi pencarian yang disebut Nelson Jobim mencapai kawasan dalam radius 193 km.

Satu pesawat AU dilengkapi radar dan sensor inframerah meneruskan pencarian di malam hari.

Jorge Amaral, seorang kolonel Angkatan Udara Brazil, mengungkapkan satu potongan logam panjang hari Rabu (Kamis WIB) adalah serpihan terbesar yang berhasil ditemukan tim pencari.

"Potongan ini mungkin bagian dari badan atau ekor pesawat," katanya.

Pihak penyelidik Prancis menyatakan laporan pertama mengenai kecelakaan pesawat akan diselesaikan akhir bulan ini, sementara tim penyelidik akan dikepalai Alain Bouillard yang pernah mengepalai penyelidikan jatuhnya pesawat Concorde milik Air France pada 2000.

Prancis menyelenggarakan upacara keagamaan ekumenis untuk keluarga dan teman korban pesawat jatuh di Katedral Notre Dame di Paris, Rabu, yang dihadiri oleh Presiden Nicolas Sarkozy.

Di Rio de Janeiro, Air France menerbitkan daftar warga Brazil yang menjadi penumpang pesawat, termasuk beberapa nama yang tidak disebutkan atas pemintaan keluarga korban. Upacara mengenang korban akan diselenggarakan Kamis ini. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009