Jakarta (ANTARA News) - DPR RI akan memanggil direksi Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang (Banten) pada Senin untuk meminta penjelasan terkait kasus yang menimpa Prita Mulyasari.

Berdasarkan informasi yang dihimpun di Jakarta, Sabtu, DPR telah menetapkan jadwal Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan direksi RS Omni Internasional pada senin pukul 14.00 WIB. RDPU dilakukan oleh Komisi IX yang membidangi kesehatan.

RDPU dengan RS Omni Internasional dilakukan setelah pada pukul 10.00 WIB, Komisi IX membahas RUU tentang Kesehatan. Pembahasan RUU ini dilakukan secara tertutup.

Kasus yang menimpa Prita Mulyasari mencuat pekan lalu dan mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Selain pemerintah, kepolisian dan kejaksaan agung, capres/cawapres juga memberi perhatian.

Ketua DPR RI Agung Laksono menyatakan, tindakan RS Omni Internasional sebagai upaya mempermainkan nyawa orang. Tidak seharusnya lembaga pelayanan publik melakukan begitu mudah menuntut masyarakat, tanpa melakukan koreksi dalam pelayanannya.

"Jangan mempermainkan rakyat dengan menjadikan pernjara sebagai tujuan," kata Agung Laksono di Gedung DPR menanggapi kasus pengiriman email yang berujung nasib Prita Mulyasari masuk penjara.

Pimpinan Dewan ini menduga ada permainan atau motif tertentu di balik penahanan Prita Mulyasari.

Menurut Agung, siapa pun boleh menyampaikan pendapatnya terutama terkait pelayanan publik. Semua pihak sebaiknya tidak menggunakan kekuasaan dalam menanggapi keluhan masyarakat.

"Mengapa sampai ada perintah penahanan padahal penyidik tidak merekomendasikan. Tentunya harus ada yang bertanggung jawab," katanya.

Sejumlah anggota DPR yang tergabung dalam Kaukus Parlemen untuk HAM menyesalkan dan memprihatinkan terjadinya kasus ini. Eva Sundari dari Kaukus Parlemen untuk HAM menyatakan, pada hakekatnya, sebagai konsumen RS Omni internasional, Prita adalah korban.

"Sepatutnya justru mendapat keadilan atas tidak diperolehnya hak-hak sebagai konsumen, bukan justru dikorbankan," kata Eva, anggota Komisi III (bidang hukum) DPR RI.

Dia mengemukakan, menulis surat keluhan melalui internet merupakan bagian dari tindakan kontrol masyarakat terhadap pelayanan publik. Apalagi dalam kasus Prita, surat yang dikirim ke internet bukan ditujukan untuk konsumen publik, tetapi komunitas terbatas.

Pada konteks jaminan negara atas penegakan HAM khususnya kebebasan menyatakan pendapat, maka pengenaan pasal pencemaran nama baik amat kontraproduktif dan tidak sejalan dengan hak politik rakyat,

Kaukus Parlemen untuk HAM berharap agar pelaksanaan UU No.11/2008 Pasal 27 Ayat (3) mempertimbangkan kemanusiaan karena dalam kasus ini penahanan tidak responsive gender (berputra balita dua orang).

Sepatutnya, tersangka diberi status penahanan rumah karena tidak mengindikasikan resiko akan menghalangi proses hukum jika status tersebut diberikan , walaupun secara nomatif KUHP membenarkan tindakan penahanan dengan cara kurungan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009