Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) menyatakan siap memeriksa hakim yang menangani perkara Prita Mulyasari.

"Kalau Prita Mulyasari mengadu ke KY, kami siap membantu asalkan disertai dengan alat bukti yang cukup," kata Ketua KY Busyro Muqoddas di Jakarta, Rabu.

Kasus Prita terdiri dari dua perkara yakni perkara perdata gugatan Rumah Sakit (RS) Omni Internasional dan sudah dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.

Perkara kedua terkait kasus pidana soal pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional, Prita dikenai Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP serta Pasal 27 dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)  dengan ancaman kurungan enam tahun.

Berkas acara pemeriksaan (BAP) yang diberikan penyidik kepolisian hanya melampirkan UU ITE  disampul namun jaksa memasukkan undang-undang itu dalam dakwaan sekaligus sebagai penguat penahanan terhadap Prita Mulyasari.

Ketua KY mengatakan, pengaduan Prita Mulyasari ke KY atas putusan hakim perkara tersebut harus berdasarkan standard formal tertulis.

"Seperti adanya pelanggaran materi kode etik yang dilakukan oleh majelis hakim," katanya.

Kendati demikian, ia menyatakan pihaknya sampai sekarang belum menemui kejanggalan dalam perkara tersebut.

"Kalau proses peradilannya normal dan standar kode etik, KY tidak perlu memeriksa hakimnya," katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menyatakan siap memeriksa hakim yang menangani perkara perdata dan pidana Prita Mulyasari yang dijerat Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena pencemaran nama baik Rumah Sakit (RS) Omni Internasional.

"Kalau ada pengaduan penyimpangan faktor x, kita akan turunkan pemeriksaan," kata Ketua Muda (Tuada) Pengawasan MA Hatta Ali, di Jakarta, Senin.

Hatta Ali mengatakan bahwa sampai sekarang, pihaknya belum menemui kejanggalan dari hakim yang menangani perkara tersebut.

Dikatakannya, perkara perdata Prita Mulyasari masuk ke pengadilan pada September 2008 dan diputus pada 11 Mei 2009.

"Sedangkan pidananya baru masuk ke pengadilan dua pekan lalu, dan saat ini masih dalam tahap persidangan," katanya.

Sementara itu, kuasa hukum Prita Mulyasari Slamet Yuwono mengaku melihat kejanggalan dalam perkara tersebut, karena yang dikedepankan adalah gugatan perdata sedangkan pidana menyusul.

"Lazimnya pidana dahulu dimajukan, kemudian diikuti gugatan perdata," katanya.

Selain itu, kata dia, ada indikasi pelanggaran karena proses pemidanaannya yang terlalu cepat dan disinyalir terkait adanya layanan `medical check up` (pemeriksaan kesehatan) gratis bagi jajaran Kejari Tangerang.

"Karena itu, kami meminta MA untuk turun tangan periksa hakim yang menangani perkara itu," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009