New York (ANTARA News/AFP) - Wall Street melemah pada Rabu waktu setempat, karena para investor mempertimbangkan pengaruh kenaikan harga komoditas dan tingginya imbal hasil (yield) obligasi yang dapat menjepit kenaikan kembali (rebound) ekonomi, kata para dealer.

Indeks Dow Jones Industrial Average di New York jatuh 24,04 poin, atau 0,27 persen, menjadi ditutup pada 8.739,02 setelah sesi perdagangan naik dan turun.

Indeks komposit Nasdaq turun 7,05 poin, atau 0,38 persen, menjadi 1.853,08 sementara indeks Standard & Poor`s 500 merosot 3,28 poin, atau 0,35 persen, menjadi 939,15.

Para analis mengatakan Wall Street mengambil petunjuk pada pembukaan pasar-pasar luar negeri, setelah mencuatnya komentar tentang ekonomi China yang memicu kenaikan harga komoditas.

Di AS, peritel perbaikan rumah terkemuka Home Depot menaikkan panduannya memicu harapan bahwa perumahan dan ekonomi keseluruhan membaik.

Namun, fokus sebagian besar pada komoditas, termasuk harga minyak mentah , yang ditutup pada posisi tertinggi delapan bulan di atas 71 dolar AS per barel di New York.

Meski beberapa pedagang melihat kenaikan harga komoditas sebagai sebuah sinyal kebangkitan ekonomi global dari keterpurukannya, lainnya mengatakan, ini dapat menghentikan pemulihan ekonomi.

"Kenaikan harga minyak tindakan esensial sebagai sebuah petunjuk, beban secara keselurahan menghalangi belanja konsumen pada barang-barang lainnya," kata Fred Dickson dar DA Davidson &

Co.

"Sebagian besar para investor tampak mengantisipasi resesi keluar dari posisi terbawahnya pada musim panas ini dan ekonomi segera berbalik naik dalam kuartal keempat. Kenaikan harga minyak adalah salah satu faktor yang dapat memperpanjang resesi dan menambah sebuah perkembangan dimensi sakit pada banyak keluarga Amerika. Jika harga munyak bergerak naik hingga mencapai 100 dolar AS per barel, keberlanjutan konsumsi yang mendorong pemulihan ekonomi akan menjadi sulit tercapai".

Hal serupa, sebuah kenaikan dalam yield obligasi sebagai bahaya lain terhadap pemulihan, karena hal itu dapat mendorong kenaikan suku bunga lainnya termasuk untuk mortgage (KPR) menghambat pasar perumahan yang rentan.

Yield obligasi negara berjangka 10-tahun naik ke posisi tertinggi 3,99 persen setelah lelang T-bond obligasit, namun mundur kembali menjadi 3,939 persen, yang naik dari 3,858 persen pada Selasa. Yield obligasi negara berjangka 30-tahun naik menjadi 4,749 persen dari 4,653 persen.

Joseph Brusuelas dari Moody`s Economy.com mengatakan tingginya yield dapat membahayakan dan melukai upaya-upaya Federal Reserve untuk menjaga suku bunga keseluruhan rendah, tapi diperkirakan mereka (suku bunga -red.) akanh turun karena pelemahan ekonomi.

"Jumlah yang luar biasa dari kemerosotan ekonomi dan kenaikan pengangguran, yield yang tinggi tidak berkelanjutan," kata dia.

"Yield tidak akan turun dalam waktu dekat, sebuah pertempuran antara pasar dan the Fed tentang pembelokan perkembangan yield."

Pasar menunjukkan reaksi kecil terhadap berita bahwa defisit perdagangan AS melebar untuk kali kedua bulan berturut-turut menjadi 29,2 miliar dolar AS pada April karena ekspor turun lebih besar daripada impor di tengah sebuah pelambatan ekonomi global.

"Penurunan tajam ekspor berada di belakang kami. Tetapi, keadaan melemahnya ekonomi di luar negeri, kami tidak perkirakan pemulihan ekonomi AS menjadi mendorong ekspor," kata Nigel Gault dari IHS Global Insight.

Di antara saham-saham utama, Google turun 0,69 persen menjadi 432,60 dolar AS di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang sebuah penyelidikan antitrust raksasa internet tersebut. Saham lainnya, Apple turun 1,73 persen menjadi 140,25 dolar AS.

Sementara Home Depot naik 0,16 persen menjadi 24,39 dolar AS setelah meningkatkan panduannya.

Di sektor keuangan, Citigroup naik 2,05 persen menjadi 3,48 dolar AS, JPMorgan Chase turun 1,19 persen menjadi 34,84 dolar AS dan Bank of America turun 0,66 persen menjadi 11,98 dolar AS.

ExxonMobil bertambah 0,98 persen menjadi 73,84 dolar AS dan Chevron naik 0,04 persen menjadi 70,22 dolar AS karena kedua perusahaan ini diuntungkan kenaikan harga minyak.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009