Jakarta (ANTARA News) - Kasus kejahatan di anjungan tunai mandiri (ATM/automatic teller machine) kerap terjadi dengan nilai kerugian hingga puluhan juta rupiah untuk satu kali kasus.

Kasus terakhir menimpa ATM BCA yang berada di salah satu minimarket di Jalan Semanan Raya, Kalideras, Jakarta Barat, 9 Juni 2009 sekitar pukul 04.00 WIB.

Kawanan perampok membobol ATM hingga menyebabkan Rp30 juta uang hilang.

Sebelum beraksi, para penjahat ini terlebih dulu melumpuhkan penjaga minimarket dengan senjata tajam bahkan diikat agar tidak melawan.

Dalam hitungan sekian menit, brankas ATM berisi uang Rp30 juta dapat diangkut ke dalam mobil para tersangka.

Penyidik Madya Badan Reserse Kriminal Polri AKBP Agus Wantoro dalam satu seminar tentang kejahatan ATM, di Bogor, akhir pekan lalu mengatakan, kejahatan ATM dengan modus membobol brankas paling sering terjadi, selain modus-modus lainnya.

"Kasus yang sama terjadi pada 8 April 2009 ketika perampok menjebol ATM Bank Mandiri di Jalan Margonda Depok," katanya.

Agus mengatakan, dari modus operandinya, kejahatan ATM dapat digolongkan menjadi dua yakni ATM sebagai sasaran dan ATM sebagai media kejahatan.

Kasus ATM sebagai sasaran tidak saja menimpa mesin ATM langsung tapi juga terjadi pada kendaraan yang membawa uang untuk mengisi ATM seperti yang terjadi di Jalan Panjaitan, Jakarta Timur, 8 Oktober 2009.

Modul lain yakni menjebol mesin ATM dengan terlebih dulu merusak CCTV seperti yang terjadi di supermarket Carrefour, Surabaya, 4 April 2009.

Sedangkan kejahatan dengan memanfaatkan media ATM sebagai lebih banyak lagi modus operandinya, bahkan dengan menggunakan teknologi canggih.

Penipuan undian berhadiah cukup sering terjadi dengan menggunakan sarana ATM yakni meminta calon korban untuk mengirimkan uang lewat ATM dengan dalih sebagai biaya administrasi.

Kasus lain adalah memasukkan korek api atau lem ke tempat masuk kartu ATM hingga mengakibatkan kartu ATM tidak bisa keluar usai dipakai.

"Begitu ATM tidak keluar, orang langsung panik hingga situasi ini dimanfaatkan para penjahat dengan pura-pura memberikan bantuan, padahal sebenarnya ingin mengambil uang di dalam ATM saja dengan memafaatkan kelengahan orang," kata Agus.

Mereka juga menggunakan kamera kecil dengan menaruhnya di dalam mesin untuk mengetahui nomor PIN.

Jika ada ATM tertahan di dalam karena diganjal dengan lem maka penjahat akan pura-pura membantu, padahal dia sebenarnya mentransfer uang dengan PIN yang terekam dalam kamera tersembunyi.

Data di Bank Mandiri menunjukkan, berbagai permasalahan di ATM (baik pengrusakan maupun kejahatan lainnya) meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini.

Tahun 2006, bank terbesar di Indonesia itu hanya mengalami 12 kali kejahatan di mesin ATM, namun di tahun 2007 naik drastis 72 kasus, tahun 2008 menjadi 93 kasus. Hingga April 2009, permasalahan di ATM telah mencapai 55 kasus.

Agus menilai, kasus kejahatan di ATM sebenarnya dapat ditekan jika saja pihak bank berkoordinasi dengan kepolisian sebelum menentukan lokasi mesin ATM.

"Rasa-rasanya nggak ada bank yang konsultasi dengan kepolisian sebelum memasang mesin ATM. Bank malah koodinasi dengan Pak Camat," katanya.

Dengan koordinasi dengan kepolisian, maka pihak bank akan dapat menentukan lokasi mana yang rawan kejahatan dan mana yang punya tingkat keamanan.

"Jangankan lokasi, posisi mesin ATM juga menentukan lokasi keamanan. Yang berada di pojok tentunya lebih tidak aman dibandingkan dengan yang dekat dengan pos Satpam. Hal semacam ini jarang menjadi perhatian pihak bank," katanya.

Enggan Melapor

Praktisi hukum TM Mangungsong mengatakan, masyarakat yang menjadi korban kejahatan di ATM banyak enggan melapor ke polisi karena berbagai hal.

"Dengan melapor ke polisi, maka kasusnya akan lebih mudah diungkap selain sebagai laporan untuk perbaikan sisten keamanan," katanya.

Menurut dia, masyarakat cenderung enggan melapor karena kurang percaya pada polisi, sebab tidak yakin kasus yang menimpanya akan dapat ditangani.

"Padahal dengan adanya laporan maka polisi bisa melakukan analisa kasus untuk mengungkap kasus. Hal ini yang belum dipahami masyarakat," katanya.

Selain itu masyarakat umumnya malu melapor ke polisi setelah menjadi korban penipuan lewat ATM.

"Sebagian besar penipuan lewat ATM biasanya kurang dari Rp10 juta dan korbannya adalah masyarakat kelas bawah," katanya.

Namun ada juga yang enggan melapor dan memilih menulis surat untuk dimuat media massa, milis atau laman pribadi.

Cara ini anggap lebih cocok sebagai sarana "curhat" dibandingkan dengan lapor ke polisi.

Audit Keamanan

Penyidik Madya Badan Reserse Kriminal Polri AKBP Agus Wantoro mengatakan, melihat tingginya angka kejahatan di mesin ATM maka sudah selayaknya dilakukan audit keamanan ATM dari segala aspek.

Kendati belum ada aturan yang baku soal audit ini namun hal itu perlu segera diwujudkan agar keamanan di sekitar mesin ATM meningkat dan tidak menjadi obyek dan sarana kesehatan.

"Pernahkan ada bank yang melakukan audit keamanan? Saya juga tidak tahu ada atau tidak. Teman-teman saya di bank juga mengatakan bahwa belum pernah melakukan audit keamanan," katanya.

Seadainya nanti ada audit, terus siapa yang berhak melakukan dan paramater apa yang akan digunakan hingga dikatakan bahwa ATM itu aman dari kejahatan.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) Sudaryatmo menyambut baik adanya audit keamanan itu. Dalam kasus kejahatan bank, katanya, masyarakat berada di posisi lemah karena sebagian barang bukti dimiliki bank.

"Masalahnya adalah, jika sudah ada audit tapi masyarakat tetap menjadi korban kejahatan di bank, terus siapa yang bertanggung jawab. Pihak bank atau pihak yang memberikan audit. Jangan-jangan posisi masyarakat tetap lemah," katanya.

Kendati hingga kini belum ada aturan yang baku soal audit keamanan, namun pihak bank sudah seharusnya melakukan audit secara internal agar kasus kejahatan di ATM tidak berkurang. (*)

Oleh Oleh Santoso
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009